“ Orang yang tidak menghormati aku, tentu akan mendapatkan
karma jelek akibat dari sikapnya, itu memang sangat disayangkan, tapi karena
keberadaan-Ku lah Ia berbuat demikian, kalau bukan aku yang akan
menyadarkannya, siapa lagi ? ‘’
Sabda
Beliau adalah wujud Kasih Maitreya yang tanpa batas, sekaligus memperlihatkan
kualitas Beliau sebagai penganut jalan Bodhisatva. Dalam Mahayana ada 10
tingkat ( Dasabhumi ) yang ditempuh Bodhisatva dengan paramita-paramitanya,
yaitu :
1. Paramita Kebahagiaan ( Pramudita )
Dengan
paramitanya Dana. Tingkat seorang Bodhisatva menyadari bahwa ia telah
melaksanakan dana paramita, dan juga telah menyadari kekosongan dari setiap
dharma.
2. Tingkat Murni Bersih ( Vimala )
Dengan
paramitanya Sila. Tingkat seorang Bodhisatva telah terbebas dari karma-karma
buruk dengan melaksanakan sila paramita. Dan telah mengukuhkan akar kebajikan ( asall-mula ). Pikirannya telah terbebas dari segala kemelekatan dan dengan giat
melaksanakan Dhyana. Pikirannya telah terbebas dari segala kemelekatan dan
dengan giat melaksanakan Dhyana.
Dengan
paramita Kshanti. Memancarkan cahaya karena tidak lagi memiliki perasaan marah
dan dendam, telah menguasai keempat jhana dan memiliki kekuatan Abhina.
4. Tingkat Menyala Berkobar-Kobar (Arcismati )
Dengan
paramitanya Viriya.
5. Tingkat Tak Terkalahkan ( Sudur Jaya )
Dengan
paramitanya Dhyana.
6. Tingkat Menuju Bodhi ( Abhi Mukti )
Dengan
paramitanya Prajna.
7. Tingkat Berjalan Jauh ( Duraugama )
Dengan
paramitanya Upaya- Kanusalya.
8. Tingkat Teguh Tak Tergoncangkan ( Acala )
Dengan paramitanya menyerahkan
jasa-jasa pranidhana untuk menolong makhluk.
9. Tingkat
Pikiran Baik ( Sadhumati )
Dengan paramitanya Gala- kekuasaan
yang dimiliki seorang Buddha, siap membimbing setiap makhluk menuju Nirvana.
10. Tingkat
Mega Dharma ( Dharma Wegha )
Dengan paramitanya Jhana.
Pada
tingkat ini seorang Bodhisatva mencapai Dhyana paramita dan pengetahuan
sempurna. Ia telah sampai pada tingkat Buddha, dan menerima Abhiseka dari para Buddha mengenai kebuddhaan. Tubuh Dharma
Kaya sekarang telah sempurna dan ia dapat menunjukkan kemukjizatan-
kemukjizatan. Sepuluh kekuatan Buddha
( Dasa Balani ) telah sempurna dan Beliau memasuki Buddhaloka.
( Dasa Balani ) telah sempurna dan Beliau memasuki Buddhaloka.
Maitreya telah mencapai tingkat
sepuluh ini, itulah alasan mengapa dalam Mahayana batas antara Buddha dan
Bodhisatva itu seakan tidak ada, jika seseorang telah memasuki tingkat 9 atau
10 dari 10 tingkatan Bodhisatva, sesungguhnya ia telah berada di tanah Buddha,
tapi Ia tidak memanfaatkan kemampuan kebuddhaannya ( Buddha – Bala ). Tapi jika
seseorang baru mencapai tingkat 1-6, kita harus dengan tegas mengambil garis
pemisah antara sebutan Buddha atau Bodhisatva , Karena tingkat 1-6 adalah
paramita minimal yang harus dilatih seorang Bodhisatva, sedangkan 4 paramita
lainnya hanyalah tambahan. Sesungguhnya Maitreya telah mencapai Buddha, tapi
Beliau menunda ke-Buddhaannya untuk menunggu waktu yang tepat untuk
memproklamirkan diri sebagai manusia Buddha. Sebagai rasa hormat dan rasa bakti
para pemuja Maitreya tentu akan tetap memanggil Beliau dengan sebutan
kehormatan Buddha Maitreya. Sementara itu beberapa kalangan Theravada
menambahkan Arya di depan kata Maitreya sebagai rasa hormat mereka pada sosok
Buddha Yang Akan Datang ini.
Alasan lain mengapa umat Maitreya
lebih sering menggunakan kata Buddha daripada Bodhisatva untuk yang Arya
Maitreya, karena Beliau adalah Buddha Yang Akan Datang, tidak soal Beliau
sekarang sudah Buddha atau masih Bodhisatva, yang jelas dalam kitab-kitab suci,
Beliau disejajarkan dengan para Buddha, dan Beliau adalah penerus Buddha untuk
kalpa ini. Dengan menyebut Beliau sebagai Buddha akan membuat kita lebih
konsisten dan tidak membingungkan umat. Karena Beliau memang Buddha walau untuk
masa depan.
Pengamal Buddha Dharma sejati tidak
akan mempermasalahkan hal ini. Karena penggunaan panggilan Buddha atau
Bodhisatva tidak akan mengurangi Kasih Maitreya pada kita. Jika Anda merasa
lebih akrab memanggil Maitreya dengan panggilan Bodhisatva, silahkan saja.
Maitreya tidak akan keberatan, apalagi marah, karena Beliau sesungguhnya telah
melampaui semua dualisme ini, apalah artinya sebuah panggilan, semua itu hanya
ungkapan hati lewat kata-kata. Jika kita memanggil Beliau sebagai Dewa
sekalipun tapi hati menghormati kesucian Buddha, Beliau rasa itu lebih baik
daripada mulut memanggil Buddha tetapi di sanubarinya tidak ada rasa hormat
sama sekali.
No comments:
Post a Comment