April 14, 2019

Ilmu Menelan Air Liur




Oleh : Maha Sesepuh Gautama Hardjono
( Ditulis kembali oleh : Lin Lishan )

Andai kata tidak mengerti hukum kebenaran, bagaimana bisa mencapai Nirvana? Hari ini kita telah mendapatkan Jalan Ketuhanan yang begitu luhur dan mulla. Kita semua adalah orang orang yang diberkati, di masa maha bencana akan melanda, Jodoh kebuddhaan dan akar pembinaan yang kuat menghantarkan kita untuk mendapatkan satu inisiasi sejati yang melampaui kelahiran dan mengakhiri kematian. Ini merupakan suatu kebenaran, namun ini belumlah cukup.

Dalam langkah konkritnya kita harus membina Ketuhanan. Jadi meskipun kita telah mendapatkan inisiasi sejati dan jalan menuju nirwana telah terbentang luas, tapi kita masih harus membina diri secara nyata. Kesempurnaan di nirvana ditentukan dari pengamalan nyata dan perbuatan kita di dunia. Membina jalan ketuhanan, mengamalkan kebenaran, barulah bisa mempunyai hari esok yang gilang gemilang.



Namun membina Ketuhanan bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan hal yang sulit untuk dilalui. Asal tahu bagaimana melewati dan menjalaninya, maka membina Ketuhanan pun tak sulit untuk dijalani. Untuk itu dimulai dari mengerti kebenaran dan belajar untuk mengendalikan diri. Salah satu ilmu pengendalian diri yang luar biasa yang sudah saya praktekkan sendiri adalah ilmu menelan air liur. Air liur ternyata mempunyai banyak kegunaan. Di dalam tubuh kita, air liur adalah obat. Air liur membantu tubuh membuang racun, membantu sistem pencernaan dan sirkulasi darah. Namun air liur ternyata juga sangat berguna untuk membina diri. Apakah kaitan menelan air liur dengan membina diri?

Setiap orang mempunyai emosi. Emosi menyangkut perasaan. Manusia tanpa emosi seperti kayu atau batu yang tak mempunyai perasaan. Namun membina Ketuhanan adalah belajar mengendalikan emosi. Emosi yang berlebihan sangat tidak baik bagi pembinaan diri. Emosi yang berlebihan dan meledak-Iedak akan membuat hubungan kita dengan orang lain jadi tak baik. Menghadapi masalah dengan emosi yang berlebihan, tak akan bisa menyelesaikan masalah. Malahan masalah menjadi bertambah besar.

Lalu bagaimana kita menghadapi emosi kita saat masalah datang? Saat menghadapi berbagai ujian, rintangan, masalah, difitnah, dimaki dan dinista, kita tidak perlu berdebat. Cukup diam seribu bahasa, lalu praktekkanlah ilmu menelan air liur ini. Gampang bukan? Mari kita bersama mempraktekkan ilmu menelan air liur ini, rela rugi, dinista, dan selalu sabar.

Mengapa ada orang yang mudah sekali marah? Karena ketika masalah datang, ia tidak dapat bersabar, sehingga emosinya meledak ledak. Dalam membina jalan ketuhanan, ada teori, juga harus ada praktek nyata, barulah bisa seimbang. Mengapa harus marah? Mengapa harus dengan emosi yang meIedak-ledak? Cukup, telan air liur, tundukkan kepala dan mengalah saja. Mengalah bukanlah tanda kalah. Mengalah justru tanda kita sudah menang.

Kita sudah memenangkan diri kita sendiri. Kita berhasil menaklukkan ego dan emosi diri kita sendiri. Bukankah ini adalah kemenangan yang sesungguhnya? Selain itu, melalui momen ujian dan rintangan, kita mengimpasi dosa karma kita. Bahkan kita perlu berterima kasih kepada orang yang sudah memfitnah atau menghina kita karena telah memberikan kesempatan kepada kita untuk melunasi dosa karma.

Kalau kita bisa mempraktekkannya, kita adalah orang yang penuh berkah, karena sebenarnya, saat kita dinista, kita sedang menerima berkah berlimpah dari Tuhan. Manusia bisa merugikan manusia yang lain, tapi Tuhan tidak akan merugikan manusia. Saat kita tidak bersalah, namun disalahkan, mari kita berterima kasih kepada Bunda Ilahi karena memberi kesempatan bagi kita melunasi karma.

Dipuji kelihatannya adalah suatu hal yang baik, tapi di balik semua itu terdapat hal yang tidak baik. Manusia awam umumnya suka dipuji, suka diangkat tinggi-tinggi. Semakin diangkat dan dipuji, tahukah kita bahwa itu semakin berbahaya? Saat itu, kita sudah tidak sadar dengan kesalahan kita.

“ Dipuji kelihatannya adalah suatu hal yang baik,
tapi dibalik semua itu terdapat hal yang tidak baik.
Manusia awam umumnya suka dipuji,
suka diangkat tinggi-tinggi.
Semakin diangkat dan dipuji,
tahukah kita bahwa itu semakin berbahaya ? “

Kita cenderung menjadi angkuh, sombong dan takabur. Zi Lu merupakan salah satu murid nabi Konfucius yang sangat terkenal. Ketika Beliau dipuji mempunyai kebajikan yang luar biasa, beliau sangat takut, was-was dan waspada. Mengapa demikan? Karena beliau takut beliau akan menanggung dosa kejahatan. Sebaliknya, saat ditegur atas kesalahannya, beliau akan sangat berterima kasih karena telah diberikan petunjuk.

Mengapa hidup manusia tidak lancar? Karena kita dibelenggu oleh dosa karma yang berat. Membina diri artinya kita sedang membersihkan hati nurani kita. Marilah kita berintrospeksi diri, menilik kembali ke dalam diri sendiri. Hanya dengan demikian baru bisa mencapai keberhasilan. Jangan hanya memperlihatkan formalitas kulit luar saja. Membina ketuhanan akan berhasil jika hati kita tidak berubah dan setia. Jika hati berubah, sulit mempertanggung-jawabkan secara nurani.

Poin utamanya, mari kita dengan perjuangan badan jasmani mengimpasi dosa karma kita. Membina ketuhanan bukanlah hal yang bodoh. Sebaliknya, hanya orang yang bijaksana yang mau membina jalan ketuhanan. Mari kita bersama menyongsong hari esok yang cerah. Membina jalan ketuhanan dengan sejati dan mengamalkan dengan nyata bisa merubah nasib hidup kita. Membina ketuhanan tidak perlu resah dan khawatir. Serahkan seluruh hidup kita dibawah pengaturan Tuhan Ilahi, karena Tuhan tidak akan pernah mengecewakan seorang pembina sejati.

Dan jangan lupa telan air liur saat hadapi ujian dan rintangan!

( Source : Majalah Maitreya - F.a.P )





No comments:

Post a Comment