June 23, 2014

~ Resolusi Hidup Baru Meng-indah-kan Hidup ~



Tahun Baru, entah tahun baru Internasional atau tahun baru Imlek hampir semua orang ményambutnya dengan sukacita. Ada yang merayakannya dengan Berbagai pesta di hotel-hotel ternama atau cukup dengan bersuka cita menikmati kembang api di berbagai tempat di pusat kota. Sebagian saudara kita, pergantian tahun baru mungkin cukup dirayakan dengan doa dan sembahyang atau cukup dengan biasa-biasa saja karena setiap tahun toh akan tetap berganti.


Entah bagaimana cara merayakannya, semua orang tentu punya sebuah harapan bahwa di tahun baru yang akan dilewati, hidup harus menjadi lebih baik. Lebih baik dalam usaha, lebih baik dalam karir, lebih baik dalam jodoh, lebih baik dalam hubungan keluarga, lebih baik dalam membina, dan harapan baik lainnya. Tak ada yang salah dengan harapan ini, karena hidup memang harus dijalani dengan harapan- harapan sehingga hidup barulah bisa dijalani dengan optimis. Jika hidup dijalani tanpa harapan, maka hidup terasa pesimis untuk dijalani dan jalan didepan begitu berat untuk dilalui.

Beberapa waktu yang lalu seorang saudara mengirim sebuah kalimat yang dikutip dari seorang yang saya sebut sebagai penjelajah kehidupan spiritual yaitu Gede Prama .
“ Setiap kali hari baru datang, banyak yang ingat membangunkan badan, sedikit yang ingat membangunkan jiwa. Setiap bulan baru berkunjung, banyak yang ingat memegang kantong, sedikit yang ingat memegang nurani. Setiap tahun baru datang, banyak yang bertanya, Berapa umur saya sekarang? Sedikit yang bertanya, "Seberapa bijaksana saya sekarang? “

Tergelitik sekaligus terinspirasi ketika membaca ini, karena bukankah seperti itulah kita menjalankan rutinitas kita setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun. Kita hanya membangunkan badan, memegang kantong, dan mengkuatirkan umur yang semakin bertambah sehingga membuat hidup bukannya menjadi lebih baik dalam setiap tahun tapi justru menjadi semakin ruwet dan rumit.


Ketika hari berganti, ketika pagi tiba, saat itu bangun adalah aktivitas rutin pertama yang kita lakukan, Saking rutinnya, tak ada yang istimewa saat bangun tidur yang kemudian diikuti dengan aktivitas pagi lainnya: sikat gigi, cuci muka, olah raga, sarapan dan sebagainya. Tak heran, ketika kemudian di pembuka hari melihat sarapan yang itu-itu saja, atau baju kantor ketumpahan kopi, hati menjadi kesal dan marah. Tak heran, ketika masalah kemarin masih bergelayut di hati maka walau hari telah berganti hati tetap badmood dan tak ada semangat menghadapi hidup. Semua itu karena setiap hari kita hanya membangunkan badan, kita tak pernah membangunkan jiwa. Bangunkan jiwa,mulailah hari dengan rasa syukur dan kelapangan jiwa. Syukur bahwa hari ini masih ada napas yang bisa ditarik, syukur bahwa hari ini masih ada hari yang bisa dilalui, syukur bahwa hari ini masih ada kehidupan yang bisa dijalani, Lapangkan jiwa, sehingga semua masalah di hari kemarin menjadi ringan untuk dihadapi. Betapa indah hari jika dimulai dengan hati yang syukur dan lapang.

Ketika bulan baru mendekati hari untuk berkunjung, serasa was-was dalam diri, masihkah ada yang tersisa
di kantong atau di rekening? Tagihan kredit dan hutang menunggu untuk dibayar, adakah gaji cukup untuk sebulan? Akhir bulan pun dilalui dengan kening berkerut, hati yang gundah, dan pikiran yang ruwet. Begitulah jika hidup selalu dijalani dengan bergantung kepada materi. Gaji seberapa besar pun setiap bulan, tak akan cukup untuk memenuhi keinginan diri akan pemuasan jasmani. Begitulah jika hidup jauh dari nurani.

MS Wang menyampaikan, hidup bukan hanya jasmani . Tapi hidup adalah keseimbangan jasmani, jiwa, dan nurani. Saat nurani sudah menjadi kendali dalam diri, maka keinginan pemuasan jasmani pun akan berada pada titik yang kita sebut kesederhanaan. Semakin memegang nurani, maka semakin jauh keserakahan, rasa tak puas, dan keinginan pemuasan jasmani. Tetapi yang hadir adalah sederhana dan bersahaja. Saat hidup sederhana dan bersahaja yang dijalani, maka saat bulan baru akan datang berkunjung, bahagia dan hening tetap mengisi diri.
Bukankah inilah keindahan hidup?

Setiap tahun akan berganti, bertambah umur di dunia adalah pasti. Bagi sebagian orang, bertambah umur adalah keresahan, terlebih usia memasuki saat tubuh mulai berubah. Berapa bertambahnya kerut di wajah, berapa bertambahnya lemak di perut, atau berapa bertambahnya uban di kepala? Bagi sebagian orang lagi, bertambah umur berarti kebebasan. Bebas dari ocehan orang tua (walau sesungguhnya bermaksud menasehati), bebas dari jam malam di rumah.

Bagaimanapun ekspresi kita menyikapi bertambahnya umur, yang pasti bertambahnya tahun berarti
bertambahnya lama kita hidup di dunia. Semakin lama hidup di dunia, bukankah sesungguhnya kita harus
semakin berpengalaman menghadapi hidup dan semakin bijaksana melihat hidup? Betapa indah jika senior bisa menjadi guru bagi yang junior, orang tua bisa menjadi teladan bagi anak, kakak bisa menjadi pembimbing yang baik bagi si adik.

Demikianlah semakin hari, semakin bulan, dan semakin tahun, hidup menjadi semakin punya makna,
indah dan bahagia. Bukankah sesungguhnya makna hidup yang merupakan anugerah LAOMU yang
tak terhingga ini adalah untuk memancarkan bahagia dan indah yang sudah ada dalam diri, bukan
menjadi derita. Keindahan yang seharusnya dirawat setiap hari, bulan, dan tahun hidup kita di dunia.

Teringat sebuah lagu ketika di masa kecil, "Lihat kebunku penuh dengan bunga. Ada yang merah dan ada
yang putih. Setiap hari kusiram semua, mawar melati semuanya indah."

Jika bunga disiram dengan air, maka rawatlah dan siramlah kehidupan dengan senyum syukur dan kasih
sayang. Saat badai kesulitan datang dalam hidup, siramlah dengan senyum syukur. Saat hinaan datang,
siramlah dengan kasih sayang. Jika setiap hari hidup disiram dengan senyuman syukur dan kasih sayang, maka saat lancar-penuh rintangan, saat jaya-saat seret, semuanya indah seperti mawar melati semuanya indah.

Dengan demikian, hari yang dilewati, bulan yang dilalui, dan tahun yang berganti meninggalkan jejak penuh makna, pengalaman yang indah, jiwa yang bahagia, dan hidup pun semakin 'kaya'.

yuk bersama meng-indah-kan hidup.


Oleh : Hening

***

No comments:

Post a Comment