Tahun Baru, entah
tahun baru Internasional atau tahun baru Imlek hampir semua orang ményambutnya
dengan sukacita. Ada yang merayakannya dengan Berbagai pesta di hotel-hotel
ternama atau cukup dengan bersuka cita menikmati kembang
api di berbagai tempat di pusat kota. Sebagian saudara kita, pergantian tahun
baru mungkin cukup dirayakan dengan doa dan sembahyang atau cukup dengan
biasa-biasa saja karena setiap tahun toh akan tetap berganti.
Beberapa waktu yang
lalu seorang saudara mengirim sebuah kalimat yang dikutip dari seorang yang
saya sebut sebagai penjelajah kehidupan spiritual yaitu Gede Prama .
“ Setiap kali hari
baru datang, banyak yang ingat membangunkan badan, sedikit yang ingat
membangunkan jiwa. Setiap bulan baru berkunjung, banyak yang ingat memegang
kantong, sedikit yang ingat memegang nurani. Setiap tahun baru datang, banyak
yang bertanya, Berapa umur saya sekarang? Sedikit yang bertanya, "Seberapa
bijaksana saya sekarang? “
Tergelitik sekaligus
terinspirasi ketika membaca ini, karena bukankah seperti itulah kita
menjalankan rutinitas kita setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun. Kita
hanya membangunkan badan, memegang kantong, dan mengkuatirkan umur yang semakin
bertambah sehingga membuat hidup bukannya menjadi lebih baik dalam setiap tahun
tapi justru menjadi semakin ruwet dan rumit.
Ketika hari
berganti, ketika pagi tiba, saat itu bangun adalah aktivitas rutin pertama yang
kita lakukan, Saking rutinnya, tak ada
yang istimewa saat bangun tidur yang kemudian diikuti dengan aktivitas pagi
lainnya: sikat gigi, cuci muka, olah raga, sarapan dan sebagainya. Tak heran,
ketika kemudian di pembuka hari melihat sarapan yang itu-itu saja, atau baju
kantor ketumpahan kopi, hati menjadi kesal dan marah. Tak heran, ketika masalah
kemarin masih bergelayut di hati maka walau hari telah berganti hati tetap
badmood dan tak ada semangat menghadapi hidup. Semua itu karena setiap hari
kita hanya membangunkan badan, kita tak pernah membangunkan jiwa. Bangunkan
jiwa,mulailah hari dengan rasa syukur dan kelapangan jiwa. Syukur bahwa hari
ini masih ada napas yang bisa ditarik, syukur bahwa hari ini masih ada hari
yang bisa dilalui, syukur bahwa hari ini masih ada kehidupan yang bisa
dijalani, Lapangkan jiwa, sehingga semua masalah di hari kemarin menjadi ringan
untuk dihadapi. Betapa indah hari jika dimulai dengan hati yang syukur dan
lapang.
Ketika bulan baru
mendekati hari untuk berkunjung, serasa was-was dalam diri, masihkah ada yang
tersisa
di kantong atau di
rekening? Tagihan kredit dan hutang menunggu untuk dibayar, adakah gaji cukup
untuk sebulan? Akhir bulan pun dilalui dengan kening berkerut, hati yang
gundah, dan pikiran yang ruwet. Begitulah jika hidup selalu dijalani dengan
bergantung kepada materi. Gaji seberapa besar pun setiap bulan, tak akan cukup
untuk memenuhi keinginan diri akan pemuasan jasmani. Begitulah jika hidup jauh
dari nurani.
MS Wang
menyampaikan, hidup bukan hanya jasmani . Tapi hidup adalah keseimbangan
jasmani, jiwa, dan nurani. Saat nurani sudah menjadi kendali dalam diri, maka
keinginan pemuasan jasmani pun akan berada pada titik yang kita sebut
kesederhanaan. Semakin memegang nurani, maka semakin jauh keserakahan, rasa tak
puas, dan keinginan pemuasan jasmani. Tetapi yang hadir adalah sederhana dan
bersahaja. Saat hidup sederhana dan bersahaja yang
dijalani, maka saat bulan baru akan datang berkunjung, bahagia dan hening tetap
mengisi diri.
Bukankah inilah
keindahan hidup?
Setiap tahun akan
berganti, bertambah umur di dunia adalah pasti. Bagi sebagian orang, bertambah
umur adalah keresahan, terlebih usia memasuki saat tubuh mulai berubah. Berapa
bertambahnya kerut di wajah, berapa bertambahnya lemak di perut, atau berapa bertambahnya
uban di kepala? Bagi sebagian orang lagi, bertambah umur berarti kebebasan.
Bebas dari ocehan orang tua (walau sesungguhnya bermaksud menasehati), bebas
dari jam malam di rumah.
Bagaimanapun
ekspresi kita menyikapi bertambahnya umur, yang pasti bertambahnya tahun
berarti
bertambahnya lama
kita hidup di dunia. Semakin lama hidup di dunia, bukankah sesungguhnya kita
harus
semakin
berpengalaman menghadapi hidup dan semakin bijaksana melihat hidup? Betapa
indah jika senior bisa menjadi guru bagi yang junior, orang tua bisa menjadi
teladan bagi anak, kakak bisa menjadi pembimbing yang baik bagi si adik.
Demikianlah semakin
hari, semakin bulan, dan semakin tahun, hidup menjadi semakin punya makna,
indah dan bahagia.
Bukankah sesungguhnya makna hidup yang merupakan anugerah LAOMU yang
tak terhingga ini
adalah untuk memancarkan bahagia dan indah yang sudah ada dalam diri, bukan
menjadi derita.
Keindahan yang seharusnya dirawat setiap hari, bulan, dan tahun hidup kita di
dunia.
Teringat sebuah lagu
ketika di masa kecil, "Lihat kebunku penuh dengan bunga. Ada yang merah
dan ada
yang putih. Setiap
hari kusiram semua, mawar melati semuanya indah."
Jika bunga disiram
dengan air, maka rawatlah dan siramlah kehidupan dengan senyum syukur dan kasih
sayang. Saat badai
kesulitan datang dalam hidup, siramlah dengan senyum syukur. Saat hinaan
datang,
siramlah dengan
kasih sayang. Jika setiap hari hidup disiram dengan senyuman syukur dan kasih
sayang, maka saat lancar-penuh rintangan, saat jaya-saat seret, semuanya indah
seperti mawar melati semuanya indah.
Dengan demikian,
hari yang dilewati, bulan yang dilalui, dan tahun yang berganti meninggalkan
jejak penuh makna, pengalaman yang indah, jiwa yang bahagia, dan hidup pun
semakin 'kaya'.
yuk bersama
meng-indah-kan hidup.
Oleh : Hening
***
No comments:
Post a Comment