June 20, 2014

~ Kebahagiaan Ada Atau Tiada ? ~



“ Kebahagiaan, setiap orang mendambakannya. Setiap orang meretas asa untuk mendapatkannya. Tak ada seorangpun yang menolaknya. Semua orang mencarinya. Ada yang kemudian menemukannya. Namun banyak yang tak pernah mengenalnya. Sesungguhnya adakah kebahagiaan itu? “



Sungguh sulit melukiskan seperti apa kebahagiaan itu. Tak ada kata yang mampu untuk menggambarkannya. Karena kebahagiaan bukan benda yang bisa dipegang dan dilihat. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan. Sehingga bagi sebagian orang kebahagiaan serasa antara ada dan tiada.

Kita baru merasakan kebahagiaan ketika mendapatkan apa yang didambakan dan diimpikan. Memiliki apa yang dicari dan diinginkan. Harta, kekayaan, ketenaran, kedudukan, jabatan, kecantikan, pujian, adalah sederetan impian dan harapan manusia pada umumnya. Kebanyakan manusia beranggapan, dengan memiliki semua itu barulah bisa menjadi orang yang paling berbahagia di dunia ini.Lalu apakah kebahagiaan itu betul- betul hadir Ketika lambang-lambang 'kebahagiaan' itu direnggut dari kita satu-persatu, apakah kebahagiaan itu masih akan eksis di dalam diri? Orang yang sebelumnya memuji dan menyanjung kita berganti mencaci dan menghina kita. Dunia serasa sungguh tidak adil. Kebahagiaan berganti menjadi kesedihan, kekecewaan dan sakit hati. Kebahagiaan itu kini berada di titik 'tiada'.

Jika hidup hanya diisi dengan kesedihan, kekecewaan, kebencian, dan sakit hati, bukankah sesungguhnya yang rugi diri kita sendiri? Sama halnya kita mengusir kebahagiaan dalam diri. Belajarlah untuk melupakan, terima dengan ikhlas dan memaafkan. Maka itu berarti kita mulai memberi sedikit ruang untuk kebahagiaan hadir dalam diri.

Belajarlah untuk meneladani pribadi Buddha Maitreya yang dipukul tidak melawan, dimarahi tidak membalas. Dharma Hati Buddha Maitreya yang luhur ini kelihatannya begitu sederhana untuk dilakukan tetapi memang kenyataannya tidak semudah itu untuk dipraktikkan. Perlu banyak pengorbanan dibaliknya termasuk mempertaruhkan dan mengorbankan segala ego dan keangkuhan diri. Setiap orang memiliki ego dan sisi keangkuhannya sendiri. Selama ini kepala ditarik terlalu tinggi sehingga kepala begitu sulit direndahkan untuk sekedar memperhatikan dan empati kepada sesama. Ada keangkuhan yang terlalu besar sehingga sulit memaafkan orang lain. Keangkuhan yang akhirnya menggiring seseorang menjadi pendendam seumur hidupnya. Jika ingin bahagia, kita harus mulai belajar bersikap rendah hati dan meninggalkan segala ego diri. Jadi kebahagiaan itu ada ketika kita mampu memaafkan orang lain dengan lapang dada dan berbesar hati seperti Buddha Maitreya.

Kebahagiaan itu hadir dan ada dalam hidup ketika kita mulai selalu bersyukur atas segala yang dimiliki
dan dihadapi. Selama kita masih terus mengejar limpahan kenikmatan duniawi, semakin jauh dari rasa
syukur, maka kebahagiaan akan semakin menjauh dalam hidup kita. Jika hidup kita tanpa pernah merasa
puas dan cukup, tak pernah berhenti berkeluh-kesah dan tak pernah puas atas apa yang telah dimiliki,
bagaimana kita bisa hidup dengan bahagia?

Kebahagiaan tak akan ada jika kita terus mengejar dan mendapatkan segala yang didambakan. Kebahagiaan menjadi ada ketika kita mampu melepaskan segala ketercekatan atas keinginan demi keinginan yang tak habis-habisnya, ketika kita mampu melepaskan diri dari keserakahan, kerakusan dan keegoisan. Mengapa harus menjadi orang yang menderita dan selalu berkeluh-kesah? Mengapa tak belajar untuk bersyukur dan berkata 'cukup'? Ketika kita mampu bersyukur atas apapun yang terjadi dan dimiliki, ketika kita berani untuk mengatakan 'cukup' maka saat itupun kebahagiaan ada di dalam hidup kita.

Kebahagiaan adalah respon hati atas apa yang terjadi dalam hidup kita. Jadi sesungguhnya kebahagiaan itu ada dalam diri kita. Kebahagiaan menjadi milik kita ketika kita mampu memancarkan Hati Nurani. ltulah kebahagiaan yang abadi. Ketika kita mampu memancarkan nurani dengan bersikap besar hati dan berlapang dada memaafkan orang lain yang telah menyakiti kita, itulah kebahagiaan. Berterima-kasihlah kepada orang-orang yang menyakiti dan menguji kesabaran kita. Karena pada saat itulah kesempatan emas bagi kita untuk memancarkan Hati Nurani kita.

Adakalanya sebagai manusia sesat kita merasa tidak adil. Mengapa begini, mengapa harus begitu?
Ketika kita merasa diperlakukan tidak adil, tetapi kemudian kita mampu berlapang dada dan menerima semuanya dengan segala ketabahan, maka kita akan bahagia. Lebih baik hidup bahagia kan ketimbang
memupuk sakit hati dan dendam yang tak habis-habisnya. Bukankah membenci atau dendam dengan
orang lain itu sangat menderita?

Mengapa tak melepas penderitaan dan membiarkan kebahagiaan dalam diri memancar keluar? Ketika kita sudah mampu melakukan seperti itu, maka kebahagiaan tidak lagi berada antara ada dan tiada. Tetapi kebahagiaan itu akan terus ada dan bukan tiada.

Apapun yang terjadi, bagaimanapun keadaannya, berpikirlah positif terhadap hidup ini. Pola pikir kita

menjadi salah satu poin utama untuk merasakan kebahagiaan. Ketika kita mampu berpikir positif, maka kebahagiaan itu menjadi ada. Sebaliknya meski sudah memiliki segalanya, tetapi lantaran terus berpikiran negatif maka kebahagiaan yang semestinya sudah dimilikipun bisa hilang sekejap mata.

Kebahagiaan selalu ada bagi orang-orang yang mampu menghargai kebahagiaan. Kebahagiaan akan ada untuk mereka yang tak pernah berhenti bersyukur dan beriman kepada Tuhan. Kebahagiaan ada untuk mereka yang mampu melepaskan diri dari segala ketercekatan dan kesesatan. Kebahagiaan spontan ada bagi mereka yang mampu memancarkan Hati Nuraninya. Jadi apakah kebahagiaan itu ada dan sudah dimiliki? Atau kebahagiaan itu masih menjadi antara ada dan tiada? Kitalah yang menentukannya!


***
Penulis : Eny Chandra

No comments:

Post a Comment