Sumber: Sutra Sad
Paramita
Diterjemahkan Oleh:
Frisdy Adiputra
Demikian yang saya
dengar dari Sang Buddha. Saat itu, Sang Buddha menetap di Taman Jetavana. Sang
Buddha sedang membimbing murid- muridNya untuk senantiasa tekun, ulet dan terus
berjuang sepenuh hati mendengarkan Buddha Dharma, membaca paritta, tidak boleh
Ialai agar tidak terbuai oleh panca skhanda.
Saya mengenang
kembali berkalpa- kalpa kehidupan yang lalu, ada seorang Buddha lahir ke dunia
bernama Tahtagata Anuttara Abhisambuddha. Pada saat itu, Sang Buddha
membabarkan Buddha Dharma kepada semua Bodhisatva, Dewa dan Manusia. Hadir pada
saat itu dua orang bhiksu, yang satu bernama Virya Pratibhana, satu lagi
bernama Gunasukha Samyak, mereka bersama para siswa lainnya mendengarkan
khotbah dari Sang
Buddha.
Saat mendengarkan
Buddha Dharma, Bhiksu Virya Pratibhana sangat bersuka cita, seketika itu
mencapai tingkat
Bodhisattva dan memiliki ilmu abhina. Hal ini bertolak belakang dengan Bhiksu
Gunasukha Samyak yang pada saat mendengarkan Buddha Dharma, mengantuk dan
tertidur, sehingga tidak mendapatkan hasil apapun. Bhiksu Virya Pratibhana
berkata pada Bhiksu Gunasukha Samyak : "Adalah sulit untuk bertemu dengan
Sang Buddha yang terlahir sekali dalam kurun waktu miliyaran tahun lamanya,
bagaimana boleh mengantuk dan tertidur. Anda harus senantiasa gigih berjuang
membina diri agar bisa menjadi teladan bagi umat manusia. Seseorang yang suka
tertidur saat mendengar Buddha Dharma adalah diakibatkan oleh dosa karma dengan
batin yang diliputi oleh panca skhanda, oleh sebab itu Anda harus memacu diri
meningkatkan kesadaran jiwa!"
Setelah Bhiksu
Gunasukha Samyak mendengar penuturan dari Bhiksu Virya Pratibhana, maka untuk
mengendalikan rasa kantuk, ia melakukan meditasi posisi berjalan . Saat
melakukan meditasi posisi berjalan
sampai di tengah
hutan, ia kembali mengalami cobaan berupa rasa kantuk .Suasana hatinya begitu
kacau, sulit
untuk menenangkan
hati. la lalu berjalan menuju ke samping mata air, duduk bermeditasi, dan
akhirnya duduk tertidur pula di sana.
Saat itu, Bhiksu Virya Pratibhana
terpanggil untuk menyadarkannya dengan menjelma menjadi ratu lebah yang sedang
terbang di hadapannya seakan ingin menyegat matanya. Karena takut digigit oleh
ratu lebah, Bhiksu Gunasukha Samyak terbangun dan melanjutkan meditasinya,
namun beberapa waktu berlalu, dia tertidur lagi .Ratu lebah kembali terbang di
bawah bahu menyengat perut dan dadanya Bhiksu Gunasukha Samyak terkejut, ia
menjadi mawas dan takut untuk tertidur lagi.
Pada saat itu, di
tengah-tengah mata air muncul bunga teratai beraneka warna, ada terdapat bunga
langka yang
mekar 3000 tahun sekali berwarna merah,kuning, hijau dan putih,
semuanya terlihat indah dan menarik. Ratu
lebah terbang ke
atas bunga teratai mengisap uap air. Bhiksu Gunasukha Samyak duduk tegak, kedua
matanya
memandang ke arah
ratu lebah,takut disengat lagi. Beliau dengan serius mengamati gerak gerik ratu
lebah,
menyaksikan ratu
lebah sedang mengisap sari bunga dan tidak keluar dari kelopak bunga, sesaat
kemudian
ratu lebah tertidur
di dalamnya. Saat ini Bhiksu Gunasukha Samyak melantunkan syair kepada ratu
lebah .
Bagi yang menikmati
air suci amerta,
jiwa dan raga menjadi tenang.
Tidak bisa dibawa
pulang ke rumah,
untuk berbagi dengan
isteri .
Terjatuh ke dalam
lumpur, hingga tubuh
sendiri ternoda .
Walaupun tidak
dikatakan bijak, namun
telah merusak aroma
air amerta
Apalagi bunga yang
demikian indah,
tidak semestinya menetap lama di sana.
Mentari terbenam
bunga masih terkatup,
ingin beranjak
tidaklah mungkin .
Saat diterangi sinar
mentari, barulah bisa
terlepas leluasa.
Letih sepanjang
malam bagai tersesat,
bila ingin terbebas
mesti ulet dan tekun.
Ketika itu ratu
lebah menjawab Bhiksu Gunasukha Samyak :
Buddhata ibarat air
suci amerta,
tiada kebosanan
mendengar sabda Sang
Buddha .
Tidak mesti berhati
malas, jiwa dan raga
tidak mendapat
manfaat
Lima Jalan adalah
samudera lahir-mati,
ibarat terjatuh ke
dalam air lumpur
Selalu terbelenggu
oleh rasa cinta, yang
dungu terjatuh dan
tersesat
Mentari pagi terbit
bunga bermekaran,
ibarat wajah Sang
Buddha maha
sempurna
Mentari terbenam
bunga terkatup, ibarat
Sang Buddha mencapai
Parinirvana
Bertatap dengan
kelahiran Sang Buddha,
semestinya berteguh
dalam semangat
Virya
Jauhkan diri dari
godaan kantuk, jangan
menganggap Sang
Buddha selamanya
di dunia
Buddha Dharma dan
kebijaksanaan
tinggi, bukan
didasarkan atas sebab
jodoh berwujud
Bagi yang ingin
mendapatkan
kebijaksanaan,
harusnya bersandar
pada Dharma
Dengan mengandalkan
metode
penyelamatan yang
praktis, maka tidak
menyia-yiakan
kesempatan
Membuka takbir
penjelmaan ini, adalah
semata demi semua
makhluk hidup
Setelah Bhiksu
Gunasukha Samyak mendengarkan syair ini, ia langsung mencapai kesadaran tinggi.
la baru
memahami cara
praktis Bhiksu Virya Pratibhana di dalam membimbingnya. Sejak itu beliau sering
melakukan
meditasi berjalan
sendiri, tidak lagi lalai dan tertidur, tidak lama kemudian ia mencapai tingkat
Bodhisattva.
Sang Buddha berkata
kepada Yang Arya Ananda : "Bhiksu Virya Pratibhana adalah aku di kehidupan
lampau, sedangkan Bhiksu Gunasukha Samyak adalah Maitreya!" Saat itu aku
senantiasa bersama Maitreya mendengarkan Buddha Dharma. Maitreya sering tertidur,
sehingga tidak memperoleh kemajuan batin. Apabila saat itu aku tidak
menggunakan metode praktis dan mudah untuk membimbingnya, saat ini Maitreya
masih berada dalam lingkaran samsara.
Aku berharap orang yang mendengarkan
kisah ini, semestinya selalu membina dengan semangat
virya, membimbing semua makhluk hidup untuk menjauhkan diri dari kilesa dan
godaan
tidur, membangun
dasar kearifan yang terang". Pada saat Sang Buddha menceritakan kisah ini,
semua hadirin membangkitkan kesadaran hati untuk menyelamatkan semua makhluk
hidup. Begitulah kisah persaudaraan yang luar biasa antara Sang Buddha
Sakyamuni dengan Maitreya.
***
No comments:
Post a Comment