June 20, 2014

~ Maitreya Terlahir Sebagai Seorang Bhiksu Bernama Gunasukha Samyak ~




Sumber: Sutra Sad Paramita
Diterjemahkan Oleh: Frisdy Adiputra

Demikian yang saya dengar dari Sang Buddha. Saat itu, Sang Buddha menetap di Taman Jetavana. Sang Buddha sedang membimbing murid- muridNya untuk senantiasa tekun, ulet dan terus berjuang sepenuh hati mendengarkan Buddha Dharma, membaca paritta, tidak boleh Ialai agar tidak terbuai oleh panca skhanda.


Saya mengenang kembali berkalpa- kalpa kehidupan yang lalu, ada seorang Buddha lahir ke dunia bernama Tahtagata Anuttara Abhisambuddha. Pada saat itu, Sang Buddha membabarkan Buddha Dharma kepada semua Bodhisatva, Dewa dan Manusia. Hadir pada saat itu dua orang bhiksu, yang satu bernama Virya Pratibhana, satu lagi bernama Gunasukha Samyak, mereka bersama para siswa lainnya mendengarkan khotbah dari Sang
Buddha.

Saat mendengarkan Buddha Dharma, Bhiksu Virya Pratibhana sangat bersuka cita, seketika itu
mencapai tingkat Bodhisattva dan memiliki ilmu abhina. Hal ini bertolak belakang dengan Bhiksu Gunasukha Samyak yang pada saat mendengarkan Buddha Dharma, mengantuk dan tertidur, sehingga tidak mendapatkan hasil apapun. Bhiksu Virya Pratibhana berkata pada Bhiksu Gunasukha Samyak : "Adalah sulit untuk bertemu dengan Sang Buddha yang terlahir sekali dalam kurun waktu miliyaran tahun lamanya, bagaimana boleh mengantuk dan tertidur. Anda harus senantiasa gigih berjuang membina diri agar bisa menjadi teladan bagi umat manusia. Seseorang yang suka tertidur saat mendengar Buddha Dharma adalah diakibatkan oleh dosa karma dengan batin yang diliputi oleh panca skhanda, oleh sebab itu Anda harus memacu diri meningkatkan kesadaran jiwa!"

Setelah Bhiksu Gunasukha Samyak mendengar penuturan dari Bhiksu Virya Pratibhana, maka untuk mengendalikan rasa kantuk, ia melakukan meditasi posisi berjalan . Saat melakukan meditasi posisi berjalan
sampai di tengah hutan, ia kembali mengalami cobaan berupa rasa kantuk .Suasana hatinya begitu kacau, sulit
untuk menenangkan hati. la lalu berjalan menuju ke samping mata air, duduk bermeditasi, dan akhirnya duduk tertidur pula di sana. 

Saat itu, Bhiksu Virya Pratibhana terpanggil untuk menyadarkannya dengan menjelma menjadi ratu lebah yang sedang terbang di hadapannya seakan ingin menyegat matanya. Karena takut digigit oleh ratu lebah, Bhiksu Gunasukha Samyak terbangun dan melanjutkan meditasinya, namun beberapa waktu berlalu, dia tertidur lagi .Ratu lebah kembali terbang di bawah bahu menyengat perut dan dadanya Bhiksu Gunasukha Samyak terkejut, ia menjadi mawas dan takut untuk tertidur lagi.

Pada saat itu, di tengah-tengah mata air muncul bunga teratai beraneka warna, ada terdapat bunga langka yang
mekar 3000 tahun sekali berwarna merah,kuning, hijau dan putih, semuanya terlihat indah dan menarik. Ratu
lebah terbang ke atas bunga teratai mengisap uap air. Bhiksu Gunasukha Samyak duduk tegak, kedua matanya
memandang ke arah ratu lebah,takut disengat lagi. Beliau dengan serius mengamati gerak gerik ratu lebah,
menyaksikan ratu lebah sedang mengisap sari bunga dan tidak keluar dari kelopak bunga, sesaat kemudian
ratu lebah tertidur di dalamnya. Saat ini Bhiksu Gunasukha Samyak melantunkan syair kepada ratu lebah .


Bagi yang menikmati air suci amerta,
 jiwa dan raga menjadi tenang.
Tidak bisa dibawa pulang ke rumah,
untuk berbagi dengan isteri .
Terjatuh ke dalam lumpur, hingga tubuh
sendiri ternoda .
Walaupun tidak dikatakan bijak, namun
telah merusak aroma air amerta
Apalagi bunga yang demikian indah,
 tidak semestinya menetap lama di sana.
Mentari terbenam bunga masih terkatup,
ingin beranjak tidaklah mungkin .
Saat diterangi sinar mentari, barulah bisa
 terlepas leluasa.
Letih sepanjang malam bagai tersesat,
bila ingin terbebas mesti ulet dan tekun.

Ketika itu ratu lebah menjawab Bhiksu Gunasukha Samyak :

Buddhata ibarat air suci amerta,
tiada kebosanan mendengar sabda Sang
Buddha .

Tidak mesti berhati malas, jiwa dan raga
tidak mendapat manfaat
Lima Jalan adalah samudera lahir-mati,
ibarat terjatuh ke dalam air lumpur
Selalu terbelenggu oleh rasa cinta, yang
dungu terjatuh dan tersesat
Mentari pagi terbit bunga bermekaran,
ibarat wajah Sang Buddha maha
sempurna

Mentari terbenam bunga terkatup, ibarat
Sang Buddha mencapai Parinirvana
Bertatap dengan kelahiran Sang Buddha,
semestinya berteguh dalam semangat
Virya

Jauhkan diri dari godaan kantuk, jangan
menganggap Sang Buddha selamanya
di dunia

Buddha Dharma dan kebijaksanaan
tinggi, bukan didasarkan atas sebab
jodoh berwujud

Bagi yang ingin mendapatkan
kebijaksanaan, harusnya bersandar
pada Dharma

Dengan mengandalkan metode
penyelamatan yang praktis, maka tidak
menyia-yiakan kesempatan

Membuka takbir penjelmaan ini, adalah
semata demi semua makhluk hidup

Setelah Bhiksu Gunasukha Samyak mendengarkan syair ini, ia langsung mencapai kesadaran tinggi. la baru
memahami cara praktis Bhiksu Virya Pratibhana di dalam membimbingnya. Sejak itu beliau sering melakukan
meditasi berjalan sendiri, tidak lagi lalai dan tertidur, tidak lama kemudian ia mencapai tingkat Bodhisattva.

Sang Buddha berkata kepada Yang Arya Ananda : "Bhiksu Virya Pratibhana adalah aku di kehidupan lampau, sedangkan Bhiksu Gunasukha Samyak adalah Maitreya!" Saat itu aku senantiasa bersama Maitreya mendengarkan Buddha Dharma. Maitreya sering tertidur, sehingga tidak memperoleh kemajuan batin. Apabila saat itu aku tidak menggunakan metode praktis dan mudah untuk membimbingnya, saat ini Maitreya masih berada dalam lingkaran samsara. 

Aku berharap orang yang mendengarkan kisah ini, semestinya selalu membina dengan semangat virya, membimbing semua makhluk hidup untuk menjauhkan diri dari kilesa dan godaan

tidur, membangun dasar kearifan yang terang". Pada saat Sang Buddha menceritakan kisah ini, semua hadirin membangkitkan kesadaran hati untuk menyelamatkan semua makhluk hidup. Begitulah kisah persaudaraan yang luar biasa antara Sang Buddha Sakyamuni dengan Maitreya. 

***

No comments:

Post a Comment