April 30, 2014

~ Maitreya Terlahir Sebagai Seorang Wanita ~



Patung Bodhisatva Maitreya koleksi Buyeo
National Museum Korea. Sang Bodhisatva
telah datang dalam berbagai rupa, pria maupun
wanita demi membimbing umat manusia
menuju jalan spiritual dan ilahi. 
               Pada kehidupan lampau, Bodhisatva terlahir sebagai Dewa Sakka yang dijunjung dengan penuh kemuliaan. Pikirannya menerawang ke dunia tentang corak kehidupan berupa ketidak-kekalan, penderitaan, kekosongan dan ketiadaan aku. Ia duduk bermeditasi menenangkan pikiran, memikirkan cara untuk mebimbing manusia . Ia mengasihi umat manusia yang masih belum tersadarkan dan menyayangi mereka yang cukup arif bijaksana. Dengan maha prajna dan maitri karuna, Ia berjuang penuh semangat tanpa mengenal lelah.

             
Suatu ketika, Ia mengamati ke dunia memperhatikan seorang sahabat karibnya di kehidupan lampau yang kini telah terlahir sebagai seorang wanita, menjadi istri seorang saudagar kaya. Wanita tersebut terbuai oleh kenikmatan duniawi dan tidak menyadari lagi akan ketidak-kekalan hidup ini. Setiap hari ia hanya melewati hidup dengan menjaga kedai yang dimilikinya.

              Dewa Sakka terpanggil untuk menyadarkannya lalu menjelma ke dunia menjadi seorang saudagar. Untuk menjalin komunikasi dengan wanita tersebut, sang saudagar mampir ke kedainya, seakan mau berbelanja. Wanita tersebut dengan berbahagia menyuruh anaknya mengambilkan sebuah kursi untuk saudagar. Sang saudagar tertawa ketika melihat wanita tersebut memerintah anaknya. Terlebih-lebih saat kursi terlambat datang, si wanita kembali memukul anaknya, saudagar bertambah tertawa terbahak-bahak. Si wanita merasa aneh dengan sikap saudagar yang tidak memahami adat dengan menertawakan seorang wanita. 

              Di samping rumah tetangga, terlihat bocah kecil lain yang sedang bermain tambur dengan riang, saudagar juga tertawa. Ada lagi anak lain yang menggunakan persembahan daging sapi kepada dewa untuk meminta kesembuhan ayahnya yang sedang sakit, saudagar juga tertawa. Tetangga lain adalah seorang wanita yang sedang menggendong anaknya, lalu si anak mencakar muka ibunya hingga berdarah, sang saudagar tertawa lagi. Si wanita tadi pun bertanya,” Anda datang ke tempatku tertawa tanpa henti, saya memukul anakku, mengapa anda masih tertawa ?” Sang saudagar pun menjawab,” Kamu adalah sahabat karibku pada kehidupan lampau, apakah kamu sudah lupa ?”

             Wanita tersebut semakin jengkel dan marah kepada saudagar yang menjawab tidak sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Saudagar kemudian melanjutkan,” Saya tertawa ketika melihat kamu memukul anakmu, yang mana sesungguhnya, anakmu adalah reinkarnasi dari ayahmu sendiri di kehidupan lampau. Pembalasan karma yang hanya berlangsung dalam satu kehidupan saja telah dilupakan olehmu, anak kecil yang sedang bermain riang pada kehidupan lampaunya adalah seekor sapi, kini ia bereinkarnasi menjadi anak dari tuannya sendiri. Tambur kulit yang dimainkan olehnya adalah kulitnya sendiri, maka itu saya merasa lucu dan tertawa. 

             Menyembelih sapi untuk dijadikan persembahan kepada Dewa demi menyebuhkan penyakit ayahnya adalah hal yang keliru, ibarat meminum racun untuk menyembuhkan sakitnya. Ayahnya baru meninggal dan bereinkarnasi menjadi seekor sapi, lalu menerima penjagalan berulang-ulang selama beberapa kehidupan , kini sapi tersebut kembali terlahir sebagai manusia, maka itu saya tertawa lagi. Anak yang mencakar muka ibunya pada kehidupan lampau adalah selir dari suaminya, dan sekarang kembali untuk menuntut pembalasan, si ibu tetap bergeming tanpa merasa kesal, maka itu saya tertawa.

           “Harus dipahami bahwa di dunia ini tiada sesuatupun yang kekal abadi, kebencian di masa lalu berubah menjadi kasih sayang di kehidupan sekarang, inilah yang dikatakan hukum perubahan ( ketidak-kekalan ) . Baru berselang satu kehidupan sudah tidak saling mengenal, apalagi kalau berselang beberapa kehidupan ? Dalam Sutra Buddhis ada dikatakan bahwa ketercekatan pada wujud-rupa tidak akan dapat menembus kebenaran. Mereka yang suka mendengar bisikan setan, maka tidak akan dapat mendengar suara emas Sang Buddha, maka itu saya tertawa lagi.

           “ Kekayaan di dunia ini ibarat kilatan petir, cepat lenyap seketika. Sadarilah bahwa kehidupan di dunia ini adalah Anicca, jangan terbuai dalam Lobha dan Moha. Bergegaslah membina diri dengan mengamalkan Sad Paramita. Sekarang saya sudah mau pergi, suatu hari pasti akan ke rumah mu untuk bertamu lagi.” Begitu habis berkata, sang saudagar lenyap seketika. Wanita tersebut seperti tersadarkan, sejak saat itu ia mulai bervegetarian dan selalu menantikan kedatangan sang saudagar untuk kedua kalinya sesuai janji yang disampaikan. Semua rakyat mengetahui berita tersebut, raja dan para pejabat amat menghormati wanita yang penuh kesetiaan menanti ( orang suci ) tersebut.

             Setelah menanti dalam waktu yang cukup lama, Dewa Sakka yang dulunya menjelma menjadi saudagar itu, kini datang menjelma menjadi seorang pengemis yang berpakaian compang-camping. Saat tiba di depan rumah si wanita, ia mengetuk pintu dan berkata, “Apakah sahabatku ada di dalam rumah, tolong panggilkan dia keluar !”

             Pelayan rumah memberitahu kepada majikan akan kedatangan tamu yang merupakan sahabat majikannya. Wanita tersebut keluar dan setelah menatap pengemis tersebut lalu berkata,” Kamu bukanlah sahabatku yang pernah kukenal sebelumnya.”

            Dewa Sakka yang menjelma itu tertawa dan menjawab,” Wujud rupa dan pakaian telah berubah hingga Anda tidak mengenalinya lagi. Sesuai kehidupan sekarang, badan ini akan berganti yang baru lagi.” Dewa Sakka menyambung lagi,” Anda rajin bersembah sujud kehadapan Sang Buddha, harus diketahui bahwa jodoh Buddha tidak datang untuk dua kali. Kehidupan manusia hanya sementara, jangan tercekat oleh kefanaan dunia !” Begitu habis berkata, Dewa Sakka pun lenyap. Wanita itu menjadi sadar seketika dan mengetahui bahwa pengemis itu adalah jelmaan Dewa yang datang menyadarkannya. Mulai saat itu semua rakyat rajin beramal dan mempraktekkan Sad Paramita serta belajar bervegetarian, mengikuti apa yang dijalankan oleh wanita itu.

           Sang Buddha berkata kepada siswa-Nya sariputra,Wanita itu adalah Maitreya, sedangkan Dewa Sakka adalah saya pada kehidupan lampau. Begitulah kisah persahabatan yang luar biasa antara Sang Buddha Sakyamuni dengan Maitreya.
***



No comments:

Post a Comment