良心叩首的家庭
Musibah
berturut-turut menimpa sebuah keluarga. Sang anak mengalami kecelakaan sehingga
harus menjalani operasi penyambungan tulang, padahal usaha sang bapak baru saja
mengalami goncangan karena rekan bisnisnya melarikan dana usaha yang cukup
besar sehingga membuat mereka sendiri harus bekerja keras menutupi
hutang-hutang. Namun luar biasanya, mereka sekeluarga masih bisa mengucap
syukur atas
semua musibah
yang terjadi dan masih bisa tersenyum. Tak banyak orang yang bisa melakukan
demikian.
Yang sering
terjadi adalah rasa putus asa, sikap saling menyalahkan, dan tak lagi datang
vihara.
Apa kunci kekuatan dari
keluarga ini sehingga dapat melewati semua musibah ini dengan kuat dan tabah?
Senantiasa
dekat dengan LAOMU. Inilah kuncinya. LAOMU adalah sumber kekuatan. Dekat dengan
LAOMU merupakan sumber kekuatan dalam hidup kita. Keluarga yang dekat dengan
LAOMU akan dapat menghadapi segala ujian dan halangan, musibah dan malapetaka dengan
hati yang syukur dan tabah. Karena keluarga itu percaya akan pengaturan LAOMU
yang indah dibalik setiap musibah.
Sesungguhnya
bukan hanya dekat dengan LAOMU, tetapi ada LAOMU di dalam hati setiap anggota
keluarga. Keluarga yang
ada LAOMU, tidak akan melakukan tindakan-tindakan bodoh dalam mengatasi masalah dalam keluarga
dan mencari solusi yang bijaksana. Karena keluarga itu percaya bahwa setiap
halangan dan rintangan,
ujian dan cobaan adalah bagian dari hutang dosa karma laksaan masa yang harus
dibayar.
Keluarga yang
ada LAOMU, akan terhindar dari godaan-godaan dan sikap perilaku yang tak sesuai
dengan
kebenaran dan
moral, yang tak sesuai dengan hati nurani. Karena semua sikap perilaku yang tak
sesuai dengan kebenaran dan
nurani berarti tak sesuai dengan kehendak LAOMU , yang tak pantas dan tak boleh
dilakukan.
Keluarga yang
ada LAOMU, maka LAOMU akan senantiasa menerangi keluarga ini. Keluarga yang ada
LAOMU akan membangun keluarga dengan bahagia dan harmonis karena setiap orang saling
mengasihi dan menghormati, saling percaya dan memotivasi. LAOMU adalah sumber
kasih sayang. Ada LAOMU dalam hati berarti mengasihi LAOMU, mengasihi LAOMU
berarti mengasihi anak-anak LAOMU, mengasihi setiap anggota keluarga, mengasihi
suami-istri, orang tua-anak.
Betapa indah
keluarga yang dekat dengan LAOMU, yang ada LAOMU dalam hati setiap anggota
keluarganya. Karena itu
ajaklah seluruh anggota keluarga kita untuk dekat dengan LAOMU. Bawalah doa dan
sujud nurani (koushou)
menjadi keseharian dalam keluarga. Ajak suami-istri dan anak kita ke vihara,
sama-sama sembahyang (koushou), sama-sama berdoa.
Bukankah ini
indah?
Bangun Altar
Maitreya
Selain di
vihara, kita bisa mengajak anggota keluarga kita dekat dengan LAOMU dan Buddha
Maitreya dengan membangun Altar Maitreya yang sering disebut juga Cetya Keluarga
Maitreya. Dengan adanya Altar Buddha Maitreya di rumah kita, setiap hari kita
bisa mengajak seluruh anggota keluarga kita untuk bersama- sama bersujud setiap
pagi untuk memulai hari agar hari yang akan kita lalui senantiasa berada dalam lindungan
kasih LAOMU dan Buddha Maitreya. Pada malam hari kita mengajak seluruh anggota
keluarga kembali bersujud untuk menutup hari, bersyukur atas karunia yang indah
pada hari ini dan bisa kembali semangat dan penuh harapan untuk menyambut hari
esok.
Membangun
Altar Buddha Maitreya di rumah berarti kita memohon LAOMU dan Buddha Maitreya
untuk hadir dalam keluarga
kita untuk menjadi tonggak dalam rumah kita agar senantiasa kokoh dan kuat.
Memohon LAOMU dan
Buddha Maitreya untuk menuntun dan membimbing seluruh anggota keluarga kita
agar senantiasa
menjadikan LAOMU dan Buddha Maitreya sebagai sumber dari kebenaran. Seorang
umat
menceritakan
bagaimana anaknya yang belum berumur 2 tahun bisa berlari ke altar Buddha Maitreya
dan bersujud bila merasa takut atau mau memohon sesuatu. Semua ini tak lepas
dari kebiasaan mereka sekeluarga yang selalu bersujud dan berdoa di depan altar
Buddha Maitreya di rumahnya dengan mengikutsertakan anaknya dari kecil.
Sehingga sejak kecil anak itu tahu betapa pentingnya LAOMu
dan Buddha
Maitreya ada dalam hidupnya.
Sayang, masih
banyak keluarga yang tak mengerti makna adanya altar Buddha Maitreya di rumah.
Kehadiran altar malah
menjadi beban bagi keluarga. Seorang istri menceritakan bagaimana dia dan
suaminya sering tolak menolak
sembahyang di altar Maitreya mereka di rumah. Sang suami beralasan tak sempat
lagi mau buru-buru
berangkat kerja karena sudah telat. Sang istri beralasan, dia masih harus
masak, bersihkan rumah, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Akhirnya
kegiatan pagi dimulai terlebih dahulu dengan tolak menolak untuk sembahyang.
Ada kalanya sembahyang pagi baru dilaksanakan siang hari atau sembahyang malam
dilaksanakan saat akan tidur malam hari.
Kehadiran altar tidak lagi menjadi pemersatu tetapi menjadi beban dan membuat
ribet urusan rumah tangga. Sayang sekali jika keberadaan altar Maitreya di
rumah pada akhirnya hanya ditelantarkan dan menjadi beban dalam keluarga.
Sering pada
awalnya kita membangun altar Maitreya di rumah hanya ikut- ikutan umat yang
lain, atau kita
berharap kita
jadi lebih mudah kalau mau bersujud daripada harus ke vihara setiap hari. Jika
niat awal kita
membangun
altar adalah agar kita tak mau repot harus setiap hari ke vihara bersujud,
berarti ini adalah niat yang tak tepat. Jika ke vihara saja malas, maka umumnya
di rumah juga kita akan malas untuk koushou. Padahal kita hanya butuh 10-15
menit saja untuk koushou dan berdoa. Tapi 10-15 menit itu ternyata susah kita
ikhlaskan untuk LAOMU dan Buddha Maitreya. Tetapi kita bisa menghabiskan
setengah jam untuk makan, berjam-jam untuk ngobrol, nonton TV, atau jalan-jalan
di mall.
Ironis bukan?
Membangun
keluarga Maitreyani, keluarga yang harmonis memang butuh perjuangan, bukan
datang sendirinya. Mendekatkan diri kepada LAOMU dan Buddha Maitreya secara
konsisten juga adalah perjuangan. Namun dengan visi, misi, dan pemahaman yang
benar, maka pasti kita bisa mempertahankan
sikap konsisten
ini. Jadikan LAOMU dan Buddha Maitreya menjadi bagian dari hidup, bahkan
menjadi hidup itu sendiri dalam keluarga kita. Niscaya keluarga kita akan
senantiasa dikuatkan dan kita pun akan dapat membangun keluarga dengan bahagia.
Mari berjuang bersama!
(Sumber
inspirasi : Ceramah MP Halim Zen Bodhi)