Qing Yuan Tanpa Perbedaan
Qing Yuan Xing Shi menanyai
Master Hui Neng, “ Bagaimanakah menjalani pembinaan yang bebas dari
diskriminasi wujud kebendaan ?’’
Master Hui Neng : “ Pembinaan apa yang pernah kamu
jalani ?”
Qing Yuan : “ Ketahuilah, walaupun di depanku terpampang
jalan kebenaran
Tertinggi, aku tak akan membinanya.”
Master Hui Neng : “ Lalu sampai dimana sudah
pembinaanmu?”
Pencapaian ?”
Pojok Renungan :
Qing Yuan Xing Shi adalah salah
satu murid utama dari Master Hui Neng, di bawah kepemimpinannya itulah kelak
berdirinya aliran Zhou Dong, Yun Men dan Fa Yan. Percakapan diatas terjadi pada
awal pertemuannya dengan Sang Patriat, ini berarti pada awalnya saja pengalaman
spiritual Qing Yuan sudah demikian dalam.
Ternyata pertanyaan tersebut
menyimpan perangkap ganda; pertama merujuk pada makna adakah pembinaan ,
sedangkan pada makna lainnya mempertanyakan kategori pembinaan yang bebas
pembedaan. Ibaratkan ketika kita dipertanyakan mau membunuh atau dibunuh, nah
seandainya kita kurang sigap mencermati pertanyaannya, maka pilihan yang mana
pun akan membuat kita terjebak. Juga diibaratkan trik-trik para salesman yang
mau memasarkan barang mereka . Dia tidak akan bertanya : “ Maukah Anda
membelinya ?”, karena dengan demikian akan membuka peluanng untuk memilih
kata,”tidak”. Sehingga dia akan lebih cenderung akan bertanya,” Anda mau beli
produk A atau produk B ?”, maka tak peduli pilihan Anda jatuh pada A atau B,
tetap akan memenuhi target penjualannya bukan ?
Sedangkan dalam pengalaman
Patriat keenam yang terkenal dengan syair : “ Pada dasarnya tidak ada sesuatu,
dari manakah datangnya penderitaan ?” Jelas mengartikan tiada sesuatupun yang
bisa dibina. Semua dharma adalah sama secara kodrati, tidak ada yang namanya
tinggi atau rendah, sehingga sudah tentu bebas pembedaan.
Untuk itu, Sang Patriat
menyadari betapa pertanyaan ini hanyalah kiasan yang tak berarti sedikitpun,
ibaratkan pernyataan iseng : “ Jika langit runtuh, kita harus bersembunyi
dimana ?” karena itu, Sang Patriat malah membalikkan serangan : “Pembinaan apa
yang pernah kamu jalani ? Pernah jatuh pada pembedaan apa ?” yang dalam hal
ini, jelas-jelas dibantah semua oleh Qing Yuan. Sayangnya pada kultur Zen saat itu
tidak mengenal system hentakan- pukulan, jika tidak, mungkin Patriat ke-6 sudah
mendahuluinya dengan sebuah hadiah pukulan.
Mengenai tidak jatuh pada
pembedaan juga tertera di dalam Sutra Intan dimana pada saat itu terjadi dialog
antara Sang Buddha dengan muridnya:” Subodhi ! Adakah makna di balik ini ?
Adakah Arahat adalah sebuah tingkat kesucian ? Apakah aku telah mencapai Arahat
?” Dijawab oleh Subhodhi : “ Tidak ada hal ini, Tahtagattha. Jika Arahat adalah
sebuah nama suci, maka aku yang telah mencapai Arahat bukankah telah jatuh pada
konsep keakuan, tubuh kehidupan, manusia dan usia ?”
Demikianlah perspektif kesadaran
tertinggi memandang sisi keinsafan bukan sebagai sesuatu pencapaian atau
keberhasilan, karena hal ini hanyalah menunjukkan betapa terikat dirinya yang
tak beda dengan manusia awam. Karena bagi umat awam, yang namanya pembedaan itu
pasti ada, tingkat kesucian juga ada, demikian juga dengan eksistensi Arahat. Sehingga
objek inilah yang memacu semangat juang mereka untuk terus maju ke depan.
Sedangkan bagi yang insaf, segala sesuatu yang ada adalah ilusi belaka dan
pembedaan adalah delusi, tidak ada yang namanya tingkat kesucian. Ketika ada
sebuah niat yang melibatkan pembedaan, maka di dalam kesucian yang dicapai,
tidaklah lebih daripada seorang manusia awam yang terobsesi.
Ketika pengukuhan setitik
transmisi suci telah merupakan kekuatan transendental yang pasti, memang semua
perdebatan maupun uraian dharma terasa berlebihan sudah. Tetapi berapa orang
pula yang mampu mencapai keinsafan seketika pada saat pentransmisian, seperti
yang dialami oleh Panatua Ketuhanan ( Dao Zhang ) sebelumnya ? Karena itu,
meminjam sebab jodoh luar biasa dengan telah mewarisi kekuatan transmisi Firman
Tuhan, tidak perlu terlalu memusingkan soal pencapaian lagi, tingkatkan etos
kerja serta jadilah seorang CEO kehidupan. Jadilah bagian dari alam, jadikanlah
dirimu bagian dari Maitreya yang sebenarnya. Ketika kekuatan kesadaran terus
bekerja, maka bukan saja di dalam kehidupan kita mampu menyikapi setiap masalah
dengan penuh kesadaran nan arif, bahkan di dalam menyikapi detik napas terakhir
pun tidak akan membuat kita lunglai, sehingga wajar setiap pejuang Maitreya
yang tangguh terus menerus bertekad untuk datang dan datang lagi demi misi
unifikasi, tidak ada kesucian melainkan hanya berdedikasi.
***
No comments:
Post a Comment