April 28, 2013

~ Qing Yuan Tanpa Perbedaan ~


Qing Yuan Tanpa Perbedaan

Qing Yuan Xing Shi menanyai Master Hui Neng, “ Bagaimanakah menjalani pembinaan yang bebas dari diskriminasi wujud kebendaan ?’’

Master Hui Neng          : “ Pembinaan apa yang pernah kamu jalani ?”
Qing Yuan                    : “ Ketahuilah, walaupun di depanku terpampang jalan kebenaran
                                       Tertinggi, aku tak akan membinanya.”
Master Hui Neng          : “ Lalu sampai dimana sudah pembinaanmu?”
Qing Yuan                    : “ Kebenaran tertinggi saja tidak kupeduli, apalagi soal
                                        Pencapaian ?”

Pojok Renungan :

Qing Yuan Xing Shi adalah salah satu murid utama dari Master Hui Neng, di bawah kepemimpinannya itulah kelak berdirinya aliran Zhou Dong, Yun Men dan Fa Yan. Percakapan diatas terjadi pada awal pertemuannya dengan Sang Patriat, ini berarti pada awalnya saja pengalaman spiritual Qing Yuan sudah demikian dalam.
Ternyata pertanyaan tersebut menyimpan perangkap ganda; pertama merujuk pada makna adakah pembinaan , sedangkan pada makna lainnya mempertanyakan kategori pembinaan yang bebas pembedaan. Ibaratkan ketika kita dipertanyakan mau membunuh atau dibunuh, nah seandainya kita kurang sigap mencermati pertanyaannya, maka pilihan yang mana pun akan membuat kita terjebak. Juga diibaratkan trik-trik para salesman yang mau memasarkan barang mereka . Dia tidak akan bertanya : “ Maukah Anda membelinya ?”, karena dengan demikian akan membuka peluanng untuk memilih kata,”tidak”. Sehingga dia akan lebih cenderung akan bertanya,” Anda mau beli produk A atau produk B ?”, maka tak peduli pilihan Anda jatuh pada A atau B, tetap akan memenuhi target penjualannya bukan ?

Sedangkan dalam pengalaman Patriat keenam yang terkenal dengan syair : “ Pada dasarnya tidak ada sesuatu, dari manakah datangnya penderitaan ?” Jelas mengartikan tiada sesuatupun yang bisa dibina. Semua dharma adalah sama secara kodrati, tidak ada yang namanya tinggi atau rendah, sehingga sudah tentu bebas pembedaan.
Untuk itu, Sang Patriat menyadari betapa pertanyaan ini hanyalah kiasan yang tak berarti sedikitpun, ibaratkan pernyataan iseng : “ Jika langit runtuh, kita harus bersembunyi dimana ?” karena itu, Sang Patriat malah membalikkan serangan : “Pembinaan apa yang pernah kamu jalani ? Pernah jatuh pada pembedaan apa ?” yang dalam hal ini, jelas-jelas dibantah semua oleh Qing Yuan. Sayangnya pada kultur Zen saat itu tidak mengenal system hentakan- pukulan, jika tidak, mungkin Patriat ke-6 sudah mendahuluinya dengan sebuah hadiah pukulan.
Mengenai tidak jatuh pada pembedaan juga tertera di dalam Sutra Intan dimana pada saat itu terjadi dialog antara Sang Buddha dengan muridnya:” Subodhi ! Adakah makna di balik ini ? Adakah Arahat adalah sebuah tingkat kesucian ? Apakah aku telah mencapai Arahat ?” Dijawab oleh Subhodhi : “ Tidak ada hal ini, Tahtagattha. Jika Arahat adalah sebuah nama suci, maka aku yang telah mencapai Arahat bukankah telah jatuh pada konsep keakuan, tubuh kehidupan, manusia dan usia ?”
Demikianlah perspektif kesadaran tertinggi memandang sisi keinsafan bukan sebagai sesuatu pencapaian atau keberhasilan, karena hal ini hanyalah menunjukkan betapa terikat dirinya yang tak beda dengan manusia awam. Karena bagi umat awam, yang namanya pembedaan itu pasti ada, tingkat kesucian juga ada, demikian juga dengan eksistensi Arahat. Sehingga objek inilah yang memacu semangat juang mereka untuk terus maju ke depan. Sedangkan bagi yang insaf, segala sesuatu yang ada adalah ilusi belaka dan pembedaan adalah delusi, tidak ada yang namanya tingkat kesucian. Ketika ada sebuah niat yang melibatkan pembedaan, maka di dalam kesucian yang dicapai, tidaklah lebih daripada seorang manusia awam yang terobsesi.
Ketika pengukuhan setitik transmisi suci telah merupakan kekuatan transendental yang pasti, memang semua perdebatan maupun uraian dharma terasa berlebihan sudah. Tetapi berapa orang pula yang mampu mencapai keinsafan seketika pada saat pentransmisian, seperti yang dialami oleh Panatua Ketuhanan ( Dao Zhang ) sebelumnya ? Karena itu, meminjam sebab jodoh luar biasa dengan telah mewarisi kekuatan transmisi Firman Tuhan, tidak perlu terlalu memusingkan soal pencapaian lagi, tingkatkan etos kerja serta jadilah seorang CEO kehidupan. Jadilah bagian dari alam, jadikanlah dirimu bagian dari Maitreya yang sebenarnya. Ketika kekuatan kesadaran terus bekerja, maka bukan saja di dalam kehidupan kita mampu menyikapi setiap masalah dengan penuh kesadaran nan arif, bahkan di dalam menyikapi detik napas terakhir pun tidak akan membuat kita lunglai, sehingga wajar setiap pejuang Maitreya yang tangguh terus menerus bertekad untuk datang dan datang lagi demi misi unifikasi, tidak ada kesucian melainkan hanya berdedikasi.
***

No comments:

Post a Comment