In Dies Auctior
Macam-macam toh. Aku ingat Nh.
Dini pernah menulis Padang Ilalang di Belakang Rumah, selain alang-alang itu
rumput liar. Bahwa alang-alang itu gulma, mungkin itu yang paling kita kenal.
Si jahat ilalang !
Hmmm……
Tapi coba . Kita pasti pernah
dengar tentang akar alang-alang ( dijual koq di supermarket ) dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan panas dalam. Sedangkan peternak di Jawa
memanfaatkan lalang sebagai pakan ternak, dan daun alang-alang
muda ternyata sangat disukai ternak.
Di Bali, alang-alang diolah
menjadi atap. Jadi, alang-alang malahan ditanam. Bahkan dikemukakan Tony
Whitten ( The Ecology of Java and Bali, 1996 ), atap lalang yang baik bisa
bertahan hingga 10-15 tahun.
Di desa Gajeboh, aku pernah
melihat burung emprit menggigit bunga ilalang yang lembut seperti satin.
Terbang menuju sarangnya di rumpun bambu. Rupanya sedang siapkan sarang yang
hangat untuk anak-anaknya.
Ilalang yang rumput liar, juga
adalah ilalang yang bisa dibikin atap, turunkan panas dalam, hangatkan sarang.
BEGITU JUGA MANUSIA
Manusia, ada kalanya judes,
serba pedas melebihi lombok rawit. Toh orang yang sama juga sering-sering bisa
santun, tulus, tak bikin ruwet. Munafikkah. Aku rasa ya memang begitulah kita-kita
ini ( tidak hanya dia, mereka, kalian ) meski aku tidak akan memalunya dengan
kata munafik. Campur-aduk macam-macam sifat yang tak rata dalam satu wadah,
itulah.
KACA MATA CINTA
A Love Before Time, lagu yang
dinyanyikan Coco Lee. Begitu saja nyangkut di telinga satu kalimat : “ ba ai
zhao chu lai ‘’. Temukan cinta, begitulah kira-kira maksudnya.
Cinta itu, apa sih.
Aduuuhhh! Siapa yang tidak capek
mendengar pertanyaan dari zaman Plato itu .
Cinta
itu barangkali kebanyakannya tidak grandeur seperti yang selama ini
dikampanyekan kepada kita dari kecil. Tentang pengorbanan, lemah-lembut yang
tak pernah menampar, kesabaran yang sekokoh karang. Ah cinta ! Barangkali hanya
semudah melihat alang-alang tidak hanya rumput liar. Sesederhana melihat bahwa
si judes ternyata juga punya senyum yang manis dan kebaikan hati.
Sebenarnya,
memang begitulah rasaku tentang cinta yang bukan dicari dan tak perlu sampai
mesti seberang lautan, daki gunung untuk ditemukan. Cinta itu, sejak kita
teremanasi dari rahim-Nya, telah kaya memenuhi hati. Kita hanya perlu
mengalirkannya keluar. Sedikit saja sudah cukup menghayati keberadaannya, serta
kebahagiaan yang menjadi takdir kehadirannya. Seperti hanya segelas air putih,
toh legakan kerongkongan yang seharian haus.
BAHASA PADANG
ILALANG
Barangkali,
semacam itulah juga yang hendak dikatakan ilalang, jika kita sedikit mengerti
bahasanya, sedikit memahami namanya.
Ilalang,
memiliki nama ilmiah Imperata Cylindrica. Kata pertama dibaptiskan oleh ahli
medis dan botani Italia, Domenico Cirillo ( 1739-1799 ), dari nama rekan
senegaranya Ferrante Imperato ( 1550-1625 ). Pak Imperato sendiri adalah ahli
farmalis dan naturalis yang terkemuka. Wariskan kepada dunia Dell’ Historia
Naturale ( 1599 ) yang menyentak pada zamannya ( era Renaisans pada masa itu ).
Dalam buku inilah Ferrante Imperato prasastikan mottonya : In dies auctior.
Artinya , makin maju dan baik dari hari ke hari.
Sebuah
nama, Imperata Cylindrica, tentang ilalang yang ada dimana-mana, sebenarnya
adakah yang hendak dikatakannya kepada kita .
Imperato
berasal dari bahasa Latin, artinya adalah commander-chief, alias panglima
tertinggi . Siapa yang memutuskan bahwa pasti ada sisi yang baik dari orang
atau sesuatu yang kita anggap buruk selama ini. Kita sendiri toh sebenarnya,
yang seharusnya adalah panglima atas niat, pikiran, dan kata-kata.
Bahagia
atau tidak, terutamanya bukan peranan faktor eksternal, tetapi coba mulai
dicermati dari pikiran, persepsi kita sendiri.
Kalau
pikiran banyak buruknya dan enggan mengalah, ya aneh dong jika bahagia bisa
meraja. Rem untuk menghentikan pikiran, kata-kata buruk, persis ada pada kita
sendiri. Belajar berpikir yang baik dengan lancar, menyimpan memori yang baik,
mengenang pengalaman buruk tanpa rasa yang pahit, maka bahagia pasti akan
penuhi takdirnya sebagai bagian tak terpisah dari segala yang baik. Jika kita
masih tidak capek utuk bertanya tentang cinta, maka inilah cinta. Begitu saja,
ternyata.
Bahkan
ilalang pun mengerti, bahwa adanya cinta akan membantu kita menjadi makin maju dan
baik dari hari ke hari. Menjauh dari menghakimi orang lain, justru sebaliknya
mampu melihat sisi-sisinya yang baik. Bahkan ditipu, dibohongi, dimaki
sekalipun, malah bersyukur ( sebab bisa melihat sisi baiknya ) bahwa bukan aku
yang melakukan itu semua kepada orang lain. Tentu saja tidak mudah dan kadang
kita juga akan merasa lelah, kepayahan, serta begitu tergagap-gagap. Tetapi
mari gigih seperti ilalang. Bahkan sekalipun api menghanguskannya, lalang akan
tumbuh kembali. Ilalang yang setia kepada dirinya.
***
No comments:
Post a Comment