April 12, 2013

~ In Dies Auctior ~


In Dies Auctior

Apa yang ada dalam benak kita tentang ilalang.

Macam-macam toh. Aku ingat Nh. Dini pernah menulis Padang Ilalang di Belakang Rumah, selain alang-alang itu rumput liar. Bahwa alang-alang itu gulma, mungkin itu yang paling kita kenal. Si jahat ilalang !

Hmmm……

Tapi coba . Kita pasti pernah dengar tentang akar alang-alang ( dijual koq di supermarket ) dapat dimanfaatkan untuk menurunkan panas dalam. Sedangkan peternak di Jawa memanfaatkan lalang sebagai pakan ternak, dan daun alang-alang muda ternyata sangat disukai ternak.

Di Bali, alang-alang diolah menjadi atap. Jadi, alang-alang malahan ditanam. Bahkan dikemukakan Tony Whitten ( The Ecology of Java and Bali, 1996 ), atap lalang yang baik bisa bertahan hingga 10-15 tahun.

Di desa Gajeboh, aku pernah melihat burung emprit menggigit bunga ilalang yang lembut seperti satin. Terbang menuju sarangnya di rumpun bambu. Rupanya sedang siapkan sarang yang hangat untuk anak-anaknya.

Ilalang yang rumput liar, juga adalah ilalang yang bisa dibikin atap, turunkan panas dalam, hangatkan sarang.

BEGITU JUGA MANUSIA

Manusia, ada kalanya judes, serba pedas melebihi lombok rawit. Toh orang yang sama juga sering-sering bisa santun, tulus, tak bikin ruwet. Munafikkah. Aku rasa ya memang begitulah kita-kita ini ( tidak hanya dia, mereka, kalian ) meski aku tidak akan memalunya dengan kata munafik. Campur-aduk macam-macam sifat yang tak rata dalam satu wadah, itulah.

KACA MATA CINTA

A Love Before Time, lagu yang dinyanyikan Coco Lee. Begitu saja nyangkut di telinga satu kalimat : “ ba ai zhao chu lai ‘’. Temukan cinta, begitulah kira-kira maksudnya. 
Cinta itu, apa sih.
Aduuuhhh! Siapa yang tidak capek mendengar pertanyaan dari zaman Plato itu .

Cinta itu barangkali kebanyakannya tidak grandeur seperti yang selama ini dikampanyekan kepada kita dari kecil. Tentang pengorbanan, lemah-lembut yang tak pernah menampar, kesabaran yang sekokoh karang. Ah cinta ! Barangkali hanya semudah melihat alang-alang tidak hanya rumput liar. Sesederhana melihat bahwa si judes ternyata juga punya senyum yang manis dan kebaikan hati.

Sebenarnya, memang begitulah rasaku tentang cinta yang bukan dicari dan tak perlu sampai mesti seberang lautan, daki gunung untuk ditemukan. Cinta itu, sejak kita teremanasi dari rahim-Nya, telah kaya memenuhi hati. Kita hanya perlu mengalirkannya keluar. Sedikit saja sudah cukup menghayati keberadaannya, serta kebahagiaan yang menjadi takdir kehadirannya. Seperti hanya segelas air putih, toh legakan kerongkongan yang seharian haus.

BAHASA PADANG ILALANG

Barangkali, semacam itulah juga yang hendak dikatakan ilalang, jika kita sedikit mengerti bahasanya, sedikit memahami namanya.
Ilalang, memiliki nama ilmiah Imperata Cylindrica. Kata pertama dibaptiskan oleh ahli medis dan botani Italia, Domenico Cirillo ( 1739-1799 ), dari nama rekan senegaranya Ferrante Imperato ( 1550-1625 ). Pak Imperato sendiri adalah ahli farmalis dan naturalis yang terkemuka. Wariskan kepada dunia Dell’ Historia Naturale ( 1599 ) yang menyentak pada zamannya ( era Renaisans pada masa itu ). Dalam buku inilah Ferrante Imperato prasastikan mottonya : In dies auctior. Artinya , makin maju dan baik dari hari ke hari.

Sebuah nama, Imperata Cylindrica, tentang ilalang yang ada dimana-mana, sebenarnya adakah yang hendak dikatakannya kepada kita .

Imperato berasal dari bahasa Latin, artinya adalah commander-chief, alias panglima tertinggi . Siapa yang memutuskan bahwa pasti ada sisi yang baik dari orang atau sesuatu yang kita anggap buruk selama ini. Kita sendiri toh sebenarnya, yang seharusnya adalah panglima atas niat, pikiran, dan kata-kata.

Bahagia atau tidak, terutamanya bukan peranan faktor eksternal, tetapi coba mulai dicermati dari pikiran, persepsi kita sendiri.

Kalau pikiran banyak buruknya dan enggan mengalah, ya aneh dong jika bahagia bisa meraja. Rem untuk menghentikan pikiran, kata-kata buruk, persis ada pada kita sendiri. Belajar berpikir yang baik dengan lancar, menyimpan memori yang baik, mengenang pengalaman buruk tanpa rasa yang pahit, maka bahagia pasti akan penuhi takdirnya sebagai bagian tak terpisah dari segala yang baik. Jika kita masih tidak capek utuk bertanya tentang cinta, maka inilah cinta. Begitu saja, ternyata.

Bahkan ilalang pun mengerti, bahwa adanya cinta akan membantu kita menjadi makin maju dan baik dari hari ke hari. Menjauh dari menghakimi orang lain, justru sebaliknya mampu melihat sisi-sisinya yang baik. Bahkan ditipu, dibohongi, dimaki sekalipun, malah bersyukur ( sebab bisa melihat sisi baiknya ) bahwa bukan aku yang melakukan itu semua kepada orang lain. Tentu saja tidak mudah dan kadang kita juga akan merasa lelah, kepayahan, serta begitu tergagap-gagap. Tetapi mari gigih seperti ilalang. Bahkan sekalipun api menghanguskannya, lalang akan tumbuh kembali. Ilalang yang setia kepada dirinya.

 ***

No comments:

Post a Comment