Kisah
Jataka Sakyamuni dan Maitreya
Maitreya
Sebagai Dewa Sakka yang Memberi Pertolongan
Dahulu, Sang Bodhisatva bersama 500
orang saudagar mengarungi samudera untuk mengumpulkan benda pusaka di
pulau-pulau. Berselang beberapa bulan kemudian, kapal telah dipenuhi banyak
benda pusaka yang berhasil dkumpulkan oleh mereka. Namun, ditengah perjalanan
pulang, kapal dihadang oleh badai besar. Suara petir menggelegar disertai angin
kencang dan gelombang tinggi, mengakibatkan kapal terombang-ambing diterjang
oleh ombak besar. Setan air dari segala penjuru berkumpul ke permukaan, mata
mereka mengeluarkan api. Gelombang dashyat lautan mengepung segala penjuru.
Orang-orang yang berada di dalam kapal menangis sambil berkata,” Waktu kematian
kita telah tiba !’’ Muka mereka semua pucat pasi akibat ketakutan, semuanya
menengadah ke langit dengan sedih meminta pertolongan Tuhan.
Hati Bodhisatva merasa pilu. Ia
berpikir,” Saya lahir ke dunia untuk membina ajaran Buddha, tujuannya adalah
untuk menyelamatkan umat manusia. Setan air paling membenci mayat. Mengorbankan
nyawa demi menyelamatkan umat manusia merupakan hat termulia yang dapat
dilakukan oleh seorang Bodhisatva. Jikalau tidak menggunakan darah dan tubuh
sendiri untuk ditenggelamkan ke dalam lautan, setan air pastilah tidak akan
beranjak dari sini dan semua orang di kapal tak akan bisa tiba di dermaga
dengan selamat.’’ Sang Bodhisatva kemudian berkata kepada semua orang disana, “Kalian
semua harus saling berpegang tangan untuk menopang tubuh-Ku.’’ Semua orang
lantas mengikuti apa yang diinstruksikan-Nya. Sang Bodhisatva dengan segera
mengeluarkan sebilah pisau dan menggorok leher-Nya sendiri. Melihat adanya
tetesan darah, setan air segera meninggalkan tempat tersebut. Kapal
terombang-ambing hingga ke tepi pantai, seluruh orang di kapal terselamatkan. Mereka
berteriak pilu sambil menopang jasad Sang Bodhisatva,’’ Ia pastilah seorang
Bodhisatva, bukan seorang manusia biasa.’’ Mereka memukul dada dan
menghentakkan kaki sambil meratap sedih,’’Lebih baik kami mati tenggelam di
lautan, daripada harus mengorbankan seorang budiman yang berkebajikan luhur!’’
Ucapan mereka yang penuh ketulusan
akhirnya menggugah para Buddha Boshisatva. Diantaranya Dewa Sakka( Shakra )
melihat hati welas asih Bodhisatva yang begitu mulia dan langka ditemukan di
dunia ini lantas menurunkan titah,’’ Bodhisatva yang mempunyai kebajikan tak terhingga
ini kelak akan menjadi Manusia Buddha, dalam sekejap Ia akan dihidupkan
kembali.’’ Dari langit mengalir sejenis obat mujarab ke dalam mulut Sang
Bodhsatva dan dengan cepat menyembuhkan bagian luka-Nya. Sesaat kemudian sang
Bodhisatva pun siuaman kembali. Ia duduk dan memberi salam kepada semua orang
disana. Dewa Sakka juga memberikan hadiah berbagai barang pusaka yang nilainya
beribu-ribu kali lipat dibandingkan jumlah yang telah berhasil mereka kumpulkan
sebelumnya. Mereka segera berangkat pulang menuju rumah dan disambut dengan
penuh sukacita olehs anak keluarganya. Sang Bodhisatva menggunakan
barang-barang pusaka itu untuk membantu rakyat yang hidup miskin,
menyebarluaskan welas asih dan ajaran Buddha, menyadarkan orang-orang yang
tersesat dalam kejahatan dan kebodohan.
Raja dari kerajaan tersebut sangat
mengagumi kebajikan Sang Bodhisatva. Ia kemudian menerapkan ajaran Sang
Bodhisatva dalam sistem pemerintahan. Raja penuh welas asih, menteri penuh
kesetiaan, segenap rakyat di seluruh negeri mendukung dan menjunjung tinggi
ajaran-Nya. Sejak saat itu, di dalam keluarga, anak-anak menjadi penuh bakti
kepada orang tua, Negara makmur, tiada bencana, panen berlimpah ruah, penduduk
hidup sentosa, setiap orang berusia panjang dan penuh kebahagiaan. Bodhisatva
menjalankan ajaran Buddha selama berkalpa-kalpa kehidupan dan hadir membimbing
umat manusia. Semangat-Nya tak pernah padam, akhirnya Ia pun mencapai kesempurnaan
Buddha.
Sang
Buddha bersabda kepada seluruh bhikkhu,’’ Orang yang mengorbankan nyawa demi
menyelamatkan para saudagar adalah Saya di kehidupan lampau. Dewa Sakka adalah
Maitreya. Sementara itu, 500 orang saudagar merupakan 500 orang Arahat yang
berada disini saat ini !’’
( Source : Sutra Sad Paramita )
***
No comments:
Post a Comment