~ Mengalahkan Musuh di
Dalam Diri ~
Oleh : Maha
Sesepuh Gautama Hardjono
Ditulis Ulang
Oleh : Pdt. Satya Vira, S.Pd.B
Tujuan kita melakukan kebaktian dan mendengarkan ceramah
tiada lain adalah untuk mendapatkan pengalaman mengalahkan musuh dalam diri sendiri.
Dalam membina diri seseorang bisa menemui kegagalan di tengah perjalanan, apa alasannya ? Salah
satunya adalah karena kita memiliki sifat malas.
Jangan menganggap kebaktian tak mempunyai manfaat, ini
adalah pandangan yang salah. Sebagai seorang manusia kita sering memiliki niat
pikiran yang tidak baik. Dengan sering melakukan kebaktian kita mengusir semua
pikiran yang tidak baik. Timbulnya sifat malas menyebabkan batin kita semakin
hari semakin gelap dan buyar hingga tidak mempunyai setitik terangpun. Dan bila
kondisinya sudah demikian, sulit untuk bangkit dan sadar kembali.
Melakukan kebaktian dan mendengarkan ceramah merupakan
sarana untuk membangkitkan dan menyadarkan nurani. Manusia sering beranggapan
diri sendiri tak bersalah, orang lainlah yang salah. Tetapi melalui kebaktian
dan dharma-dharma, kita belajar untuk melihat dan mengakui kesalahan diri.
Jadi, topik yang akan kita bahas kali ini menyangkut tentang
sifat kita yang tidak baik itu. Umumnya kita dicelakakan oleh badan jasmani
kita ini sehingga menyebabkan aku sejati mengalami penderitaan, nurani pun
tersiksa. Seorang yang insaf dan sadar selalu berbahagia, sebaliknya yang tidak
pernah bangkit kesadarannya dalam membina diri pasti sukar mencapai kesuksesan.
Mengapa kesadaran seseorang bisa tak terbangkitkan ? Salah
satu penyebabnya karena sifat malas telah menjadi penghalang . seorang yang
sadar dan bangkit pasti hidup dengan ulet dan tekun. Orang yang spontanitas
melakukan pekerjaan tanpa disuruh adalah orang yang mempunyai prioritas. Mereka
yang harus selalu disuruh-suruh atau didorong-dorong berarti tidak
bersungguh-sungguh.
Tujuan membina diri tiada lain adalah untuk membangkitkan
nurani. Dengan senantiasa bangkit dan insaf, nurani pun terpancar, senantiasa
penuh panggilan untuk berkarya. Membina adalah untuk diri sendiri, bukan
berkarya untuk orang lain.
Demikianlah, seorang Pembina mesti berjerih payah dan rela
menahan derita, kalau tidak bersenang-senang, tidak berkebajikan, malah akan
menimbun dosa. Melunasi hutang karma selama enam laksaan tahun hanya dengan
satu cara yakni dengan jerih payah dan menderita.
Musuh terbesar ada di dalam diri kita sendiri. Semestinya
setiap hari kita berusaha untuk melawan dan mengalahkan musuh di dalam diri
ini, katakan ,”Janganlah kamu mencelakai saya”. Tidak ada Pembina yang sukses
tanpa berbakti puja dan bersujud, sebab tanpa berbakti puja, para
Buddha-Bodhisatva sulit memberikan ilham dan inspirasi kepada kita. Berbakti
puja berarti menghormati dan meneladani para Buddha-Bodhisatva, sehingga mereka
akan mencurahkan limpahan berkah perlindungan. Jikalau hati kita tak menentu,
tiada Tuhan dan Buddha di dalam hati, maka para Suci juga tidak akan bisa
memberkati kita. Satu persen nilai ketulusan berarti satu persen nilai
kebajikan.
Bisa kita saksikan sendiri, mereka yang tidak
sungguh-sungguh berbakti puja, sulit untuk mencapai kesuksesan dalam pembinaan.
Jadi dalam membina diri, kita bisa bertemu iblis dan mara. Vihara merupakan
wadah untuk menggembleng dan melatih diri agar senantiasa stabil dan insaf. Sebagai
seorang yang insaf dan bangkit, kita
akan berprinsip,” Orang lain tak mengerjakan tak mengapa, biarlah saya yang melakukannya”. Barang siapa yang
mengerjakan, dialah yang akan menerima hasilnya, bukan orang lain.
Tetapi jangan pula berprinsip semua jasa kebajikan adalah
milik saya. Orang yang nuraninya belum terbangkitkan, selalu tercekat dan
menginginkan semua jasa pahala, tidak peduli kepada orang lain. Tetapi kalau
ada tugas, saya berada di urutan paling akhir. Sebenarnya ini mencelakai diri
sendiri. Para Suci mengetahui segalanya dengan jelas. Jikalau tidak melakukan
apapun bagaimana bisa membersihkan dosa karma ?
Dengan bertugas, kita lunasi hutang karma. Di vihara, tugas
apapun selagi kita bisa melakukannya, lakukanlah. Sekalipun itu bukan tugas
kita tetapi jika memerlukan bantuan dan kita bisa melakukannya, marilah kita
kerjakan. Apa manfaatnya bagi kita ? Tentu saja banyak manfaat yang dapat kita
peroleh.
Sebaliknya jika bermalas-malasan, sapakah teman kita ? Tentunya
dengan setan malas. Tidak ada gunanya berteman dengan setan malas ini yang
malah akan mencelakai diri kita. Hanya para Buddha yang dapat memberikan
keselamatan bagi kita. Ini adalah hukum yang pasti.
Karena sifat duniawi, badan jasmani telah mencelakai hati
nurani kita. Ceramah yang bagaimanapun hebatnya namun tidak dijalankan tetap
saja tak berguna. Kita tidak boleh tunduk dan dikalahkan oleh jasmani yang
palsu ini. Sikap malas baik secara batin maupun jasmani selalu menjatuhkan
kita.
Kita adalah orang yang paling beruntung, mengapa ? Sebab
kita membina bagaikan di surga; sandang, pangan dan papan tak bermasalah. Kita
ketahui, surga dan neraka bukanlah dicapai setelah kematian, tetapi apa yang
kita lakukan saat ini, itulah yang akan kita peroleh hasilnya di kemudian hari.
Jikalau semasa hidup sekarang melakukan tugas mulia dari Tuhan, pastilah kelak
akan kembali bertangung jawab kepada Tuhan. Sebaliknya jika kita melakukan
pekerjaan iblis maka akhirnya akan bertemu iblis untuk mempertanggung
jawabkannya.
Meninggalkan dunia adalah kepastian, sedangkan hidup adalah
suatu karya penentuan . Marilah kita mulai pola hidup Maitreyani, hidup
bersyukur, menghargai berkah dan berbahagia. Umumnya manusia hanya suka
menikmati tetapi enggan mengerjakan. Sebagai seorang Pembina haruslah tekun
dalam membina dan mengamalkan Ketuhanan.
***
No comments:
Post a Comment