March 14, 2014

~ Mengalahkan Musuh di Dalam Diri ~

~ Mengalahkan Musuh di Dalam Diri ~

Oleh : Maha Sesepuh Gautama Hardjono
Ditulis Ulang Oleh : Pdt. Satya Vira, S.Pd.B

Tujuan kita melakukan kebaktian dan mendengarkan ceramah tiada lain adalah untuk mendapatkan pengalaman mengalahkan musuh dalam diri sendiri. Dalam membina diri seseorang bisa menemui kegagalan  di tengah perjalanan, apa alasannya ? Salah satunya adalah karena kita memiliki sifat malas.

Jangan menganggap kebaktian tak mempunyai manfaat, ini adalah pandangan yang salah. Sebagai seorang manusia kita sering memiliki niat pikiran yang tidak baik. Dengan sering melakukan kebaktian kita mengusir semua pikiran yang tidak baik. Timbulnya sifat malas menyebabkan batin kita semakin hari semakin gelap dan buyar hingga tidak mempunyai setitik terangpun. Dan bila kondisinya sudah demikian, sulit untuk bangkit dan sadar kembali.


Melakukan kebaktian dan mendengarkan ceramah merupakan sarana untuk membangkitkan dan menyadarkan nurani. Manusia sering beranggapan diri sendiri tak bersalah, orang lainlah yang salah. Tetapi melalui kebaktian dan dharma-dharma, kita belajar untuk melihat dan mengakui kesalahan diri.

Jadi, topik yang akan kita bahas kali ini menyangkut tentang sifat kita yang tidak baik itu. Umumnya kita dicelakakan oleh badan jasmani kita ini sehingga menyebabkan aku sejati mengalami penderitaan, nurani pun tersiksa. Seorang yang insaf dan sadar selalu berbahagia, sebaliknya yang tidak pernah bangkit kesadarannya dalam membina diri pasti sukar mencapai kesuksesan.

Mengapa kesadaran seseorang bisa tak terbangkitkan ? Salah satu penyebabnya karena sifat malas telah menjadi penghalang . seorang yang sadar dan bangkit pasti hidup dengan ulet dan tekun. Orang yang spontanitas melakukan pekerjaan tanpa disuruh adalah orang yang mempunyai prioritas. Mereka yang harus selalu disuruh-suruh atau didorong-dorong berarti tidak bersungguh-sungguh.

Tujuan membina diri tiada lain adalah untuk membangkitkan nurani. Dengan senantiasa bangkit dan insaf, nurani pun terpancar, senantiasa penuh panggilan untuk berkarya. Membina adalah untuk diri sendiri, bukan berkarya untuk orang lain.

Demikianlah, seorang Pembina mesti berjerih payah dan rela menahan derita, kalau tidak bersenang-senang, tidak berkebajikan, malah akan menimbun dosa. Melunasi hutang karma selama enam laksaan tahun hanya dengan satu cara yakni dengan jerih payah dan menderita.

Musuh terbesar ada di dalam diri kita sendiri. Semestinya setiap hari kita berusaha untuk melawan dan mengalahkan musuh di dalam diri ini, katakan ,”Janganlah kamu mencelakai saya”. Tidak ada Pembina yang sukses tanpa berbakti puja dan bersujud, sebab tanpa berbakti puja, para Buddha-Bodhisatva sulit memberikan ilham dan inspirasi kepada kita. Berbakti puja berarti menghormati dan meneladani para Buddha-Bodhisatva, sehingga mereka akan mencurahkan limpahan berkah perlindungan. Jikalau hati kita tak menentu, tiada Tuhan dan Buddha di dalam hati, maka para Suci juga tidak akan bisa memberkati kita. Satu persen nilai ketulusan berarti satu persen nilai kebajikan.

Bisa kita saksikan sendiri, mereka yang tidak sungguh-sungguh berbakti puja, sulit untuk mencapai kesuksesan dalam pembinaan. Jadi dalam membina diri, kita bisa bertemu iblis dan mara. Vihara merupakan wadah untuk menggembleng dan melatih diri agar senantiasa stabil dan insaf. Sebagai seorang  yang insaf dan bangkit, kita akan berprinsip,” Orang lain tak mengerjakan tak mengapa, biarlah saya  yang melakukannya”. Barang siapa yang mengerjakan, dialah yang akan menerima hasilnya, bukan orang lain.

Tetapi jangan pula berprinsip semua jasa kebajikan adalah milik saya. Orang yang nuraninya belum terbangkitkan, selalu tercekat dan menginginkan semua jasa pahala, tidak peduli kepada orang lain. Tetapi kalau ada tugas, saya berada di urutan paling akhir. Sebenarnya ini mencelakai diri sendiri. Para Suci mengetahui segalanya dengan jelas. Jikalau tidak melakukan apapun bagaimana bisa membersihkan dosa karma ?

Dengan bertugas, kita lunasi hutang karma. Di vihara, tugas apapun selagi kita bisa melakukannya, lakukanlah. Sekalipun itu bukan tugas kita tetapi jika memerlukan bantuan dan kita bisa melakukannya, marilah kita kerjakan. Apa manfaatnya bagi kita ? Tentu saja banyak manfaat yang dapat kita peroleh.
Sebaliknya jika bermalas-malasan, sapakah teman kita ? Tentunya dengan setan malas. Tidak ada gunanya berteman dengan setan malas ini yang malah akan mencelakai diri kita. Hanya para Buddha yang dapat memberikan keselamatan bagi kita. Ini adalah hukum yang pasti.

Karena sifat duniawi, badan jasmani telah mencelakai hati nurani kita. Ceramah yang bagaimanapun hebatnya namun tidak dijalankan tetap saja tak berguna. Kita tidak boleh tunduk dan dikalahkan oleh jasmani yang palsu ini. Sikap malas baik secara batin maupun jasmani selalu menjatuhkan kita.
Kita adalah orang yang paling beruntung, mengapa ? Sebab kita membina bagaikan di surga; sandang, pangan dan papan tak bermasalah. Kita ketahui, surga dan neraka bukanlah dicapai setelah kematian, tetapi apa yang kita lakukan saat ini, itulah yang akan kita peroleh hasilnya di kemudian hari. Jikalau semasa hidup sekarang melakukan tugas mulia dari Tuhan, pastilah kelak akan kembali bertangung jawab kepada Tuhan. Sebaliknya jika kita melakukan pekerjaan iblis maka akhirnya akan bertemu iblis untuk mempertanggung jawabkannya.

Meninggalkan dunia adalah kepastian, sedangkan hidup adalah suatu karya penentuan . Marilah kita mulai pola hidup Maitreyani, hidup bersyukur, menghargai berkah dan berbahagia. Umumnya manusia hanya suka menikmati tetapi enggan mengerjakan. Sebagai seorang Pembina haruslah tekun dalam membina dan mengamalkan Ketuhanan.

***


No comments:

Post a Comment