Sumber : Sutra Sad Paramita
Dahulu kala, hiduplah seorang pemuda yang membina
diri. Ia memiliki semangat mengembangkan cinta kasih dan melakukan banyak hal
yang berjasa bagi umat manusia. Ia berbelas kasihan pada kesesatan umat manusia
yang tak mampu mendapatkan Tri Mustika ajaran Buddha.
Pemuda tersebut mengamalkan Sepuluh Kebajikan ( Dasa
Paramita ); tidak membunuh, menjunjung moral, hidup suci, tidak berbohong,
tidak memfitnah, tidak menipu, tiada ketamakan dan kebencian, hidup penuh
kedamaian dan ketentraman. Ia sangat percaya akan kebenaran hukum karma, bahwa
segala perilaku bajik maupun batil pasti akan menerima balasannya. Ia hidup
bersahaja, penuh kesucian tanpa nafsu dan bercita-cita mulia menjalankan
Buddha-Dharma.
Di pegunungan terdapat sumber mata air yang mengalir
dan ditumbuhi bunga teratai. Pohon-pohon yang rimbun dengan buahnya yang manis
tumbuh di empat penjuru mengelilingi sumber mata air tersebut. Setiap pagi, ia
bangun dan pergi memetik buah-buahan untuk disuguhkan kepada kedua orang
tuanya. Buah yang dipetik itu harus dicicipi terlebih dahulu oleh kedua orang
tuanya, baru kemudian ia menyusul mencicipinya. Perilaku baktinya amat
menggugah setiap orang bahkan hewan-hewanpun datang menghampirinya untuk
menjadi sahabat.
Suatu hari, kedua orang tuanya merasa haus. Si
pemuda pun bergegas pergi mengambil air ke arah pegunungan . Kebetulan saat
itu, Raja Kapila sedang berburu di pegunungan tersebut. Sang raja bermaksud
memanah seekor rusa, namun malangnya anak panah melesat mengenai dada si
pemuda. Racun panah bereaksi dengan cepat, menimbulkan sakit yang luar biasa. Ia
melihat ke sekitar, sambil berlinang air mata dan berseru,” Siapa gerangan yang
telah memanahku ? Kedua orang tuaku telah berusia lanjut dan buta. Jika
kehilangan saya, mereka pasti akan meninggal dunia karena tiada yang menjaga.”
Lalu, ia berkata dengan pilu,” Berburu gajah adalah untuk mendapatkan
gadingnya, berburu badak demi mendapatkan culanya, memanah burung cantik untuk
mendapatkan bulunya. Saya tidak mempunyai gading, cula dan bulu yang menyilaukan
mata. Mengapa harus memanah saya hingga begitu tragis ?”
Raja kapila mendengar kata-kata yang penuh kepiluan,
bergegas turun dari kuda untuk menhampirinya dan bertanya,” Mengapa kamu datang
ke pedalaman pegunungan di sini ?” Si pemuda menjawab,” Saya mengikuti kehendak
kedua orang tua untuk menetap di pegunungan ini demi meninggalkan kekotoran
duniawi dan membina untuk mensucikan diri.”
Setelah sang raja mendengar jawabannya, beliau
terharu hingga turut menangis dan berkata dengan pilu,” Saya sungguh seorang
raja yang tak mempunyai hati cinta kasih. Telah berburu banyak hewan, juga
telah mencelakai seorang suci yang sangat berbakti dan berkebajikan ini.
Lantas, apa yang harus saya lakukan ?” Raja menyesal karena kesenangan dirinya
berburu telah mendatangkan penderitaan bagi orang lain. Para pejabat dan
pengawal yang ikut menyertai sang raja juga turut bersedih.
Sang raja berkata dengan serius,” Sebagai seorang
raja, saya memberikan jaminan kepadamu. Tunjukkanlah dimana tempat tinggal
kedua orang tuamu, saya akan mengakui segala kesalahan yang telah saya perbuat
ini.” Si pemuda berkata sambil menunjuk,” Berjalanlah menyusuri jalan setapak
ini, tidak berapa jauh kemudian, Baginda akan melihat ada sebuah gubuk rumput,
disanalah kedua orang tuaku menetap. Mohon sampaikan kepada kedua orang tuaku,
sejak hari ini saya akan berpisah dengan mereka untuk selama-lamanya. Semoga
mereka dapat menghabiskan sisa hidup dengan penuh kebahagiaan, jangan sampai
melukai diri sendiri karena merindukan saya.” Usai itu, ia kembali menangis
penuh kepiluan dan tidak lama kemudian meninggal dunia . raja beserta segenap
prajurit juga turut menangis penuh rasa haru.
Rombongan raja mengikuti petunjuk arah yang telah
diberikan dan dengan mudah menemukan tempat kediaman kedua orang tua si pemuda.
Suara derap langkah pasukan kuda telah menimbulkan kecurigaan bagi kedua orang
tuanya akan kedatangan orang asing,” Siapa gerangan orang yang datang
menghampiri rumahku?” Sang raja menjawab,” Saya adalah Raja Kapila.” Kedua
orang tuanya berkata,” Oh, Paduka Raja telah tiba di sini, sungguh langka
sekali. Di sana terdapat tikar jerami yang bersih, silakan Paduka duduk dan
beristirahat sejenak. Ada banyak buah-buahan pegunungan yang manis, silahkan
Paduka mencicipinya. Putraku sedang pergi mengambil air, dia akan segera
pulang.”
Melihat sambutan hangat dari kedua orang tua itu,
raja kembali merasa sedih dan menangis. Sang raja berkata kepada mereka,” Saya
melihat anda berdua menyambut saya dengan penuh kehangatan. Saya hanya ingin
menyampaikan penyesalan yang mendalam bahwa putra kalian telah tewas oleh
kesalahan bidikan panah saya.” Kedua orang tuanya terperanjat dan bertanya,”
Apa gerangan kesalahan yang telah diperbuat oleh putraku? Mengapa Baginda harus
membunuhnya ? Putraku selalu mempraktikkan cinta kasih terhadap semua orang,
bahkan saat berjalan pun ia takut melukai makhluk lain.” Raja menjawab,” Putra
kalian sungguh anak yang sangat berbakti
dan patut dijunjung karena menjalani kehidupan suci. Saat saya berburu rusa,
tanpa sengaja anak panah saya meleset dan mengenai tubuhnya.” Kedua orang
tuanya berkata,” Putraku telah tiada, kelak kami harus mengandalkan siapa untuk
meneruskan sisa hidup kami ? Kami memutuskan untuk segera mengakhiri hidup saja.
Mohon Raja menuntun kami untuk melihat jasad putra kami. Mohon juga ia bisa
dikuburkan sebagaimana layaknya.”
Mendengar permohonan mereka, sang Raja kembali
menangis pilu. Ia sendiri langsung menuntun mereka berjalan hingga tiba di
samping jasad putra mereka. Ayah memeluk kepala putranya dan menopang dengan
lutut. Sementara ibunda memeluk kedua kaki putranya dan mencium sambil menangis
terisak-isak. Masing-masing dari mereka menggunakan sebelah tangan meraba luka
panah putra mereka, memukul dada lalu berseru ke hadapan langit,” Oh, Dewa
Langit, Dewa Bumi, Dewa Pohon dan Dewa Air ! Putra kami menjunjung tinggi dan
mengamalkan ajaran Buddha, dia berbakti kepada kami kedua orang tua, berhati
kasih kepada sesama. Jikalau kesungguhan hatinya dalam mengamalkan ajaran
Buddha dan prilaku baktinya dapat menggetarkan langit, maka jadikanlah anak
panah akan tercabut dengan sendirinya, racun menjadi tawar tanpa bisa
mematikan, sehingga akhirnya ia dapat hidup kembali! Namun, jikalau semua
perbuatan putraku hanyalah kepalsuan belaka dan ucapan kami tidak benar adanya,
maka biarkanlah kami berdua ikut mati bersamanya, melebur dan berubah menjadi
debu tanah !”
Dewa Sakka, Catur Maharaja, Dewa Bumi dan Raja Naga
mendengar jeritan kepiluan dari kedua orang tuanya, merasa tersentuh sekali.
Dewa Sakka langsung turun ke dunia menjelma menjadi manusia dan datang ke
tempat kerumunan mereka, lalu berkata kepada kedua orang tuanya,” Putra kalian
adalah orang yang mengamalkan cinta kasih dan berprilaku bakti, saya mampu
menghidupkan ia kembali.” Dewa Sakka menggunakan obat dewata lalu dimasukkan ke
dalam mulut si pemuda yang telah meninggal dunia itu. Sungguh ajaib, sejenak
kemudian si pemuda pun sadar kembali. Si pemuda dan kedua orang tuanya, serta
rombongan raja yang berada disana hanyut dalam suasana kebahagiaan. Semuanya
tersentuh hingga meneteskan air mata kesukacitaan.
Raja Kapila berkata,” Dengan mengamalkan ajaran
Buddha dan menjalankan prilaku berbakti, sungguh dapat membuahkan hasil yang
menakjubkan.” Selanjutnya, Raja menitahkan kepada pejabat dan rakyat di seluruh
negeri untuk mengamalkan Sepuluh Kebajikan ( Dasa Paramita ), sebagaimana yang
telah dipraktikkan oleh si pemuda tadi. Seluruh negeri menaati dan menjalankan
titah raja, hingga membawa kemakmuran dan ketentraman hidup bagi semua penduduk
di kerajaan tersebut.
Sang Buddha berkata kepada para bhikku; “ Dalam
setiap kelahiranKu, Aku selalu menjunjung tinggi ajaran Buddha dan mengamalkan
prilaku bakti dengan penuh kesungguhan hati. Dengan alasan ini pula, amal
kebajikanKu menjadi sempurna, Aku menjadi mulia di jagad raya ini. Ketahuilah,
si pemuda di saat itu merupakan Aku di kehidupan lampau. Raja Kapila adalah
Ananda. Ayahanda si pemuda adalah ayahandaKu saat ini, Raja Suddhodana. Ibunda
si pemuda adalah ibundaKu saat ini, Permaisuri Maha Maya. Sedangkan, Dewa Sakka
adalah Maitreya sekarang ini!”
***
No comments:
Post a Comment