Pengalaman
adalah guru yang terbaik. Begitu pepatah yang sering kita dengar. Sharing pengalaman seorang ibu dalam
mengasuh dan membimbing anaknya semoga semakin menambah wawasan para orang tua
dalam membimbing anak-anaknya menjadi anak yang maitreyani. Anak adalah
anugerah terindah yang diberikan Lao Mu untuk kita sebagai orang tua.
Bahagialah menjadi orang tua dan dengan hati bahagialah mengasuh anak anda.
Jangan jadikan beban,
bangkit dan cari solusinya !
Hampir semua
ibu pernah mengalami masalah anak yang sulit makan. Demikian juga saya. Saya
sampai stres dan bingung menghadapi anak saya yang sulit sekali makan. Saya
sering mengancam dan memaksanya makan. Tapi semua itu tak berguna. Akhirnya
saya sadar, bahwa anak akan menjadi semakin takut untuk makan. Saya pun
berpikir, untuk apa saya stres dan terbeban ? Semua tidak akan menyelesaikan
masalah . Yang harus saya lakukan adalah tenang dan berpikir. Saya pun
menyadari satu hal, bahwa jika kondisi hati anak sedang senang maka ia akan
mudah menerima nasehati dari kita. Saya pun mencoba berbagai cara ini :
· Saya mengajaknya ke toko dan
mengizinkannya memilih piring makannya sendiri. Cara ini berhasil. Ia dengan
senang membawa piringnya. Saat makan, ia sangat bahagia sambil mengamati
gambar-gambar dalam piringnya.
· Saya juga berpikir untuk menyajikan
menu yang bisa diterima anak saya. Terkadang, kita terlalu berpikir dari sudut
pandang kita. Kita merasa makanan yang kita sajikan itu enak, tapi bagaimana
dengan anak kita ? Contohnya seperti anak saya yang ternyata lebih menyukai
sayur kukusan daripada yang dimasak dan berbumbu, ia lebih suka nasinya diberi
sedikit kecap manis daripada diberi air sop. Belajar mengenali anak kita adalah
solusi untuk menemukan titik celahnya.
· Sebelum tidur, saya sering bercerita
tentang sayur dan mengapa kita harus makan yang banyak. Merangkai dalam bentuk
cerita, menstimulus alam bawah sadarnya agar bisa menumbuhkan kesadaran untuk
makan dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Perlahan, tapi pasti hal ini
memberikan pengaruh pada anak saya.
· Menggunakan setiap momen yang bisa
dikaitkan untuk mendidiknya . Anak saya sangat suka melihat saya memotong sayur
ataupun membersihkan meja altar. Karena ia masih kecil, ia hanya bisa berkata, “gendong…lihat…lihat…”.
Saya pun menggunakan kesempatan itu untuk berkata,” Makanya makan yang banyak,
supaya cepat tinggi sehingga bisa melihat bahkan membantu mama nantinya.”
· Cara terakhir yang cepat tapi
(menurut saya) kurang sempurna adalah dengan memberikannya hadiah setiap kali
dia mau makan. Kebetulan anak saya sangat suka dengan kismis atau juga buah
kersem. Satu sendok akan mendapat satu buah kismis atau buah kersem. Cara ini
sangat cepat untuk membangkitkan nafsu makannya.
Anak merekam segala kejadian
Anak adalah pribadi yang lugu polos dan jujur. Anak dengan mudah
menunjukkan respon dan reaksi akan suatu hal, tetapi mudah pula melupakannya
jika hal itu tidak berulang. Misal saja, jika kita punya kebiasaan
berteriak-teriak di rumah, maka tidak menutup kemungkinan anak kita juga akan
menirukan hal yang sama. Seperti halnya, putri saya yang waktu itu baru berusia
1,5 tahun merekam bagaimana papanya mendobrak pintu kamar mandi dengan kaki
karena terburu-buru menggendongnya ke kamar mandi untuk buang air besar. Sejak
itu, selama 2 hari ke depan si kecil selalu berusaha mendorong pintu dengan
kakinya. Sebagai orang tua, kita juga tak luput dari kesalahan. Pendidikan
sebagai orang tua yang baik akan kita pelajari seumur hidup kita sejak dikaruniai
seorang anak. Dan gurunya tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita dan anak
itu sendiri. Saat melihat kejadian tadi, saya dan suami sadar bahwa harus lebih
hati-hati dalam bersikap. Inilah yang harus kita bangun, introspeksi dan
perbaikilah.
Anak adalah guru kita
Rumah kami memiliki teras. Anak saya sangat suka bermain di teras sambil
mengamati orang-orang yang lewat serta anjing dan ayam yang mondar-mandir silih
berganti. Rasa ingin tahunya begitu besar, diam-diam dia akan menurunkan
kakinya ke tanah tanpa alas kaki. Saya pun spontan berkata,: Pake sandal dulu !”.
Ternyata itu terekam dalam dirinya. Sehingga jika dia melihat siapapun turun dari
teras tanpa menggunakan sandal, maka ia pun dengan ceriwis akan mencarikan
sandal untuk orang itu.
Tak hanya itu, saya juga sama seperti kebanyakan ibu lainnya yang pasti
mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih apabila diberikan sesuatu.
Namun terkadang, saat si anak memberikan kita sesuatu, apakah kita benar-benar
ingat dan spontan mengucapkan terima kasih kepadanya ? Jujur, saya kadang lupa
! Dan yang membuat saya tersentak adalah saat anak saya yang saat itu berusia
hampir 2 tahun memberikan saya makanan lalu dengan sigap dia berkata,” xie xie”. Dengan tersipu malu saya
bersuara,” iya, xie xie ya…..”
Anak hanya ingin perhatian kita
Kesal dan emosi melihat anak menumpahkan makanan, marah saat anak ikut
meronta-ronta minta keinginannya dipenuhi, bahkan tak jarang kita bisa
kelepasan marah dan berteriak pada anak kita. Setelah puas, apakah kita merasa
senang ? Yang ada hanyalah rasa sesal dan sedih. Cobalah kita pandangi anak
kita. Seorang anak yang polos dan jelas usianya sangat jauh berbeda dengan
kita. Usianya baru saja 1, 2, atau 10 tahun. Sedangkan kita ? Mungkin ada yang
25, 30, bahkan 40 tahun. Kita sering melupakan bahwa anak kita masih sangat
muda, tetapi kita membuat mereka harus memahami kondisi kita yang mungkin sudah
lelah, sedang badmood, ataupun sedang
banyak pikiran yang mengganggu. Seharusnya kita membuka hati kita, lihatlah, “dia
masih anak kecil”. Apa yang sebenarnya diinginkan anak kita . Tidak lain hanyalah sedikit perhatian dan
kasih sayang dari kita.
Saya adalah seorang ibu yang juga bekerja. Walaupun setiap hari anak saya
dibawa ke kantor dan dijaga oleh pengasuhnya, saya sadar bahwa dia memiliki
rasa rindu akan sosok ibunya. Itulah sebabnya mengapa anak sering mencari-cari
cara untuk memancing reaksi kita. Dia ingin kita berhenti melakukan aktivitas
kita dan duduk bermain dengannya. Tahu akan kekurangan saya dibandingkan dengan
ibu lainnya , saya pun berbenah diri . Saya pastikan sepulang kerja adalah masa
bermain saya dengannya. Walau itu hanya berlangsung 30 menit – 1 jam.
Benar-benar bermain, memeluknya, atau bercerita dengannya. Saya dapat merasakan
betapa bahagianya dirinya. Menjelang tidur dapat saya rasakan jemari kecilnya
meraba-raba wajah saya dalam gelap lalu menggenggam rambut saya dengan kuat.
Saya paham maksudnya, dia ingin saya disana dan tidak pergi lagi. Jadi, bagi
anda seorang ibu yang juga bekerja, tolong aturlah waktu untuk anak anda.
Bangun sebuah kehangatan dengannya. Perlahan, ceritakanlah kondisi anda agar
anak dapat mengerti. Biasanya menjelang tidur, saya akan bercerita tentang apa
saja dengan anak saya. Sesekali saya pun menjelaskan kepadanya mengapa saya
harus bekerja. “ Maafkan mama, tapi kamu harus tahu mama sangat menyayangimu”.
Inilah kata yang sering saya ucapkan di akhir cerita saya.
Anak juga senang pujian
Susah sekali (bagi saya) mengajarkan anak untuk berhenti mengompol.
Mungkin pemilihan kata saat mengajar tidak tepat. Pernah saya mendengar papanya
berkata,” Kalau pipis, ngomong dong”. Saya pun berpikir, jangan-jangan kami
salah bicara. Anak kami tidak salah, dia melakukan sesuai perintah. Begitu dia
buang air, dia akan berkata,” pipis….pipis….”. Strategi pun disusun. Dibuatlah
serangkaian kata yang (mudah-mudahan) tepat,” Kalau mau pipis, beri tahu ya.
Lalu ke wc, lepas celananya, baru pipis. Oke ?”. Sepertinya cara ini lebih
sukses, walaupun agak panjang kalimatnya. Hari itu, anak saya berhasil
melakukan “pipis” di toilet tanpa membasahi celananya . Dengan spontan dia
berkata,”pintar….” (memuji diri sendiri, karena mamanya agak “lola” alias
loading lambat dalam memberikan pujian). Ha….ha….ha…. anak yang narsis dan juga
berharap ada pengakuan dari orang sekitarnya bahwa ia pintar dan telah
melakukan sesuatu dengan benar. Ya, memang seorang anak butuh pujian. Hal ini
akan membuatnya merasa berguna dan berarti saat melakukan hal-hal yang positif.
Ia pun akan merasa bangga dan termotivasi untuk melakukannya lagi.
Mendekatkan anak dengan Lao Mu dan Buddha Maitreya
Saya bahagia karena setiap hari anak saya bisa tumbuh di vihara. Saya
sering mengajaknya bicara tentang Lao Mu dan Buddha Maitreya. Setiap kali ia
takut, saya akan memintanya merangkul tangan dan berdoa. Dengan ucap kata yang
masih terbatas ia akan berusaha memanggil Buddha Maitreya. hal ini terkesan simple,
tapi tahukah anda bahwa efeknya sangat besar bagi keimanan anak kita. Saat saya
sedang sakit, anak saya dengan wajah sedih melihat ke arah rupang Buddha
Maitreya dan berkata,”Mi….(panggilannya kepada MILEFO), mama akit, sembuh, obat….”.
Orang tua mana yang tidak terharu melihat dan mendengar anaknya yang belum
genap 2 tahun ini bisa dengan penuh kasih dan harapan memohon kesembuhan kepada
Buddha Maitreya. Betapa berharganya momen kita bisa datang ke vihara bersama
anak-anak kita. Manfaatkanlah waktu itu untuk bisa mendekatkan dirinya dengan
Lao Mu dan Buddha Maitreya. Ajaklah ia duduk dengan baik saat mendengarkan
ceramah. Jangan berkata sulit, jangan berkata tidak bisa. Anak adalah harapan
kita di hari tua. Jika sekarang saja, kita tidak bisa menanamkan pondasi yang
baik dan benar pada anak kita, maka kelak tak ada yang bisa menjamin masa depan
kita dan anak kita.
By : Vina, Sip
***
No comments:
Post a Comment