August 19, 2013

~ Anak Anugerah Terindah ~

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Begitu pepatah yang sering kita dengar. Sharing pengalaman seorang ibu dalam mengasuh dan membimbing anaknya semoga semakin menambah wawasan para orang tua dalam membimbing anak-anaknya menjadi anak yang maitreyani. Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Lao Mu untuk kita sebagai orang tua. Bahagialah menjadi orang tua dan dengan hati bahagialah mengasuh anak anda.

“Nanti kalau kamu sudah jadi mama, kamu baru tahu rasanya”, begitu kalimat yang sering saya dengar sewaktu kecil saat mama sudah tidak tahan dengan segala tingkah laku saya. Sekarang saat saya sudah menjadi seorang mama, saya baru benar-benar mengerti arti kalimat mama tadi. Mengasuh dan membesarkan anak memang tidak mudah. Apalagi memastikannya tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti, dan beriman pada Lao Mu dan Buddha Maitreya. Tapi walau bagaimana pun sulitnya, sebagai orang tua kita harus memperjuangkan pengasuhan yang terbaik bagi anak-anak kita sejak dari kandungan atau justru jauh sebelum anak itu lahir. Sebab seorang anak adalah peniru yang baik. Bukan hanya sikapnya, tetapi tak jarang pola pikir dan sifatnya 11-12 dengan orang tuanya. Contoh halnya, anak saya, yang menuruni bakat iseng luar biasa dari saya. Usianya baru 15 bulan kala itu, tetapi sudah bisa bersembunyi di balik kain tipis dan mengejar saya. Padahal, dia tidak pernah menonton TV dan saya juga tidak pernah bermain begitu dengannya. Lalu dari mana keisengannya muncul ? Bahkan ia juga bisa mengerjai papanya dengan pura-pura menyuapi kerupuk, namun begitu sampai di depan mulut papanya, ia akan menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri sambil tersenyum usil. Sungguh anak adalah anugerah yang luar biasa indahnya !

Jangan jadikan beban, bangkit dan cari solusinya !

Hampir semua ibu pernah mengalami masalah anak yang sulit makan. Demikian juga saya. Saya sampai stres dan bingung menghadapi anak saya yang sulit sekali makan. Saya sering mengancam dan memaksanya makan. Tapi semua itu tak berguna. Akhirnya saya sadar, bahwa anak akan menjadi semakin takut untuk makan. Saya pun berpikir, untuk apa saya stres dan terbeban ? Semua tidak akan menyelesaikan masalah . Yang harus saya lakukan adalah tenang dan berpikir. Saya pun menyadari satu hal, bahwa jika kondisi hati anak sedang senang maka ia akan mudah menerima nasehati dari kita. Saya pun mencoba berbagai cara ini :
·       Saya mengajaknya ke toko dan mengizinkannya memilih piring makannya sendiri. Cara ini berhasil. Ia dengan senang membawa piringnya. Saat makan, ia sangat bahagia sambil mengamati gambar-gambar dalam piringnya.
·       Saya juga berpikir untuk menyajikan menu yang bisa diterima anak saya. Terkadang, kita terlalu berpikir dari sudut pandang kita. Kita merasa makanan yang kita sajikan itu enak, tapi bagaimana dengan anak kita ? Contohnya seperti anak saya yang ternyata lebih menyukai sayur kukusan daripada yang dimasak dan berbumbu, ia lebih suka nasinya diberi sedikit kecap manis daripada diberi air sop. Belajar mengenali anak kita adalah solusi untuk menemukan titik celahnya.
·       Sebelum tidur, saya sering bercerita tentang sayur dan mengapa kita harus makan yang banyak. Merangkai dalam bentuk cerita, menstimulus alam bawah sadarnya agar bisa menumbuhkan kesadaran untuk makan dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Perlahan, tapi pasti hal ini memberikan pengaruh pada anak saya.
·       Menggunakan setiap momen yang bisa dikaitkan untuk mendidiknya . Anak saya sangat suka melihat saya memotong sayur ataupun membersihkan meja altar. Karena ia masih kecil, ia hanya bisa berkata, “gendong…lihat…lihat…”. Saya pun menggunakan kesempatan itu untuk berkata,” Makanya makan yang banyak, supaya cepat tinggi sehingga bisa melihat bahkan membantu mama nantinya.”
·       Cara terakhir yang cepat tapi (menurut saya) kurang sempurna adalah dengan memberikannya hadiah setiap kali dia mau makan. Kebetulan anak saya sangat suka dengan kismis atau juga buah kersem. Satu sendok akan mendapat satu buah kismis atau buah kersem. Cara ini sangat cepat untuk membangkitkan nafsu makannya.

Anak merekam segala kejadian

Anak adalah pribadi yang lugu polos dan jujur. Anak dengan mudah menunjukkan respon dan reaksi akan suatu hal, tetapi mudah pula melupakannya jika hal itu tidak berulang. Misal saja, jika kita punya kebiasaan berteriak-teriak di rumah, maka tidak menutup kemungkinan anak kita juga akan menirukan hal yang sama. Seperti halnya, putri saya yang waktu itu baru berusia 1,5 tahun merekam bagaimana papanya mendobrak pintu kamar mandi dengan kaki karena terburu-buru menggendongnya ke kamar mandi untuk buang air besar. Sejak itu, selama 2 hari ke depan si kecil selalu berusaha mendorong pintu dengan kakinya. Sebagai orang tua, kita juga tak luput dari kesalahan. Pendidikan sebagai orang tua yang baik akan kita pelajari seumur hidup kita sejak dikaruniai seorang anak. Dan gurunya tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita dan anak itu sendiri. Saat melihat kejadian tadi, saya dan suami sadar bahwa harus lebih hati-hati dalam bersikap. Inilah yang harus kita bangun, introspeksi dan perbaikilah.

Anak adalah guru kita

Rumah kami memiliki teras. Anak saya sangat suka bermain di teras sambil mengamati orang-orang yang lewat serta anjing dan ayam yang mondar-mandir silih berganti. Rasa ingin tahunya begitu besar, diam-diam dia akan menurunkan kakinya ke tanah tanpa alas kaki. Saya pun spontan berkata,: Pake sandal dulu !”. Ternyata itu terekam dalam dirinya. Sehingga jika dia melihat siapapun turun dari teras tanpa menggunakan sandal, maka ia pun dengan ceriwis akan mencarikan sandal untuk orang itu.
Tak hanya itu, saya juga sama seperti kebanyakan ibu lainnya yang pasti mengajarkan anaknya untuk mengucapkan terima kasih apabila diberikan sesuatu. Namun terkadang, saat si anak memberikan kita sesuatu, apakah kita benar-benar ingat dan spontan mengucapkan terima kasih kepadanya ? Jujur, saya kadang lupa ! Dan yang membuat saya tersentak adalah saat anak saya yang saat itu berusia hampir 2 tahun memberikan saya makanan lalu dengan sigap dia berkata,” xie xie”. Dengan tersipu malu saya bersuara,” iya, xie xie ya…..”

Anak hanya ingin perhatian kita

Kesal dan emosi melihat anak menumpahkan makanan, marah saat anak ikut meronta-ronta minta keinginannya dipenuhi, bahkan tak jarang kita bisa kelepasan marah dan berteriak pada anak kita. Setelah puas, apakah kita merasa senang ? Yang ada hanyalah rasa sesal dan sedih. Cobalah kita pandangi anak kita. Seorang anak yang polos dan jelas usianya sangat jauh berbeda dengan kita. Usianya baru saja 1, 2, atau 10 tahun. Sedangkan kita ? Mungkin ada yang 25, 30, bahkan 40 tahun. Kita sering melupakan bahwa anak kita masih sangat muda, tetapi kita membuat mereka harus memahami kondisi kita yang mungkin sudah lelah, sedang badmood, ataupun sedang banyak pikiran yang mengganggu. Seharusnya kita membuka hati kita, lihatlah, “dia masih anak kecil”. Apa yang sebenarnya diinginkan anak kita .  Tidak lain hanyalah sedikit perhatian dan kasih sayang dari kita.

Saya adalah seorang ibu yang juga bekerja. Walaupun setiap hari anak saya dibawa ke kantor dan dijaga oleh pengasuhnya, saya sadar bahwa dia memiliki rasa rindu akan sosok ibunya. Itulah sebabnya mengapa anak sering mencari-cari cara untuk memancing reaksi kita. Dia ingin kita berhenti melakukan aktivitas kita dan duduk bermain dengannya. Tahu akan kekurangan saya dibandingkan dengan ibu lainnya , saya pun berbenah diri . Saya pastikan sepulang kerja adalah masa bermain saya dengannya. Walau itu hanya berlangsung 30 menit – 1 jam. Benar-benar bermain, memeluknya, atau bercerita dengannya. Saya dapat merasakan betapa bahagianya dirinya. Menjelang tidur dapat saya rasakan jemari kecilnya meraba-raba wajah saya dalam gelap lalu menggenggam rambut saya dengan kuat. Saya paham maksudnya, dia ingin saya disana dan tidak pergi lagi. Jadi, bagi anda seorang ibu yang juga bekerja, tolong aturlah waktu untuk anak anda. Bangun sebuah kehangatan dengannya. Perlahan, ceritakanlah kondisi anda agar anak dapat mengerti. Biasanya menjelang tidur, saya akan bercerita tentang apa saja dengan anak saya. Sesekali saya pun menjelaskan kepadanya mengapa saya harus bekerja. “ Maafkan mama, tapi kamu harus tahu mama sangat menyayangimu”. Inilah kata yang sering saya ucapkan di akhir cerita saya.

Anak juga senang pujian

Susah sekali (bagi saya) mengajarkan anak untuk berhenti mengompol. Mungkin pemilihan kata saat mengajar tidak tepat. Pernah saya mendengar papanya berkata,” Kalau pipis, ngomong dong”. Saya pun berpikir, jangan-jangan kami salah bicara. Anak kami tidak salah, dia melakukan sesuai perintah. Begitu dia buang air, dia akan berkata,” pipis….pipis….”. Strategi pun disusun. Dibuatlah serangkaian kata yang (mudah-mudahan) tepat,” Kalau mau pipis, beri tahu ya. Lalu ke wc, lepas celananya, baru pipis. Oke ?”. Sepertinya cara ini lebih sukses, walaupun agak panjang kalimatnya. Hari itu, anak saya berhasil melakukan “pipis” di toilet tanpa membasahi celananya . Dengan spontan dia berkata,”pintar….” (memuji diri sendiri, karena mamanya agak “lola” alias loading lambat dalam memberikan pujian). Ha….ha….ha…. anak yang narsis dan juga berharap ada pengakuan dari orang sekitarnya bahwa ia pintar dan telah melakukan sesuatu dengan benar. Ya, memang seorang anak butuh pujian. Hal ini akan membuatnya merasa berguna dan berarti saat melakukan hal-hal yang positif. Ia pun akan merasa bangga dan termotivasi untuk melakukannya lagi.

Mendekatkan anak dengan Lao Mu dan Buddha Maitreya

Saya bahagia karena setiap hari anak saya bisa tumbuh di vihara. Saya sering mengajaknya bicara tentang Lao Mu dan Buddha Maitreya. Setiap kali ia takut, saya akan memintanya merangkul tangan dan berdoa. Dengan ucap kata yang masih terbatas ia akan berusaha memanggil Buddha Maitreya. hal ini terkesan simple, tapi tahukah anda bahwa efeknya sangat besar bagi keimanan anak kita. Saat saya sedang sakit, anak saya dengan wajah sedih melihat ke arah rupang Buddha Maitreya dan berkata,”Mi….(panggilannya kepada MILEFO), mama akit, sembuh, obat….”. Orang tua mana yang tidak terharu melihat dan mendengar anaknya yang belum genap 2 tahun ini bisa dengan penuh kasih dan harapan memohon kesembuhan kepada Buddha Maitreya. Betapa berharganya momen kita bisa datang ke vihara bersama anak-anak kita. Manfaatkanlah waktu itu untuk bisa mendekatkan dirinya dengan Lao Mu dan Buddha Maitreya. Ajaklah ia duduk dengan baik saat mendengarkan ceramah. Jangan berkata sulit, jangan berkata tidak bisa. Anak adalah harapan kita di hari tua. Jika sekarang saja, kita tidak bisa menanamkan pondasi yang baik dan benar pada anak kita, maka kelak tak ada yang bisa menjamin masa depan kita dan anak kita.
By : Vina, Sip

***


No comments:

Post a Comment