October 3, 2014

~ Bina Keluarga Maitreya _ Keluarga Yang Berdoa (2) ~


良心忏悔的家庭


Sepasang suami istri cekcok besar sehingga melontarkan kata perceraian. Padahal masalah yang dihadapi hanya masalah sederhana saja yaitu menentukan sekolah bagi sang anak yang baru berumur 3 tahun. Mungkin kita berpikir bagaimana mungkin hanya karena masalah sederhana seperti ini bisa mengakibatkan perceraian. Tentu masalah ini hanya puncak dari gunung es yang selama ini terpendam. Akhirnya semua masalah ini 'meledak' ketika dipicu oleh masalah yang sederhana saja.


Berbeda adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam membangun keluarga. Karena masing-masing pasangan
datang dari latar belakang keluarga yang berbeda. Kebiasaan yang dibangun di lingkungan masing-
masing ketika belum berkeluarga juga berbeda. Karakter dan sifat yang dimiliki juga berbeda. Semua menjadi tidak bermasalah ketika masing- masing bisa belajar menerima dan membiasakan diri dengan perbedaan dan bisa saling menghormati. Tetapi yang sering terjadi adalah merasa diri paling benar dan bersikukuh pada pendapat sendiri. Hal inilah yang menyebabkan ketidakpuasan dengan pasangan dan mengarah pada percekcokan. Akibatnya masalah yang sederhana dan biasa akan menjadi ruwet dan luar biasa.

Bicaralah kesalahan sendiri

Menganggap diri benar dan menyalahkan orang lain adalah sikap yang sering ada pada setiap orang. Dan sikap inilah yang kita bawa sampai pada kehidupan berkeluarga dengan pasangan kita. Saat menghadapi masalah dan konflik dalam keluarga, kita cenderung menyalahkan pasangan kita. Saat anak tak naik kelas, suami istri saling menyalahkan. Sikap saling menyalahkan justru membuat hubungan dalam keluarga menjadi semakin renggang yang berkembang ke sikap saling curiga dan prasangka.

Ketika kita membangun hidup berkeluarga, maka apapun yang terjadi dalam keluarga adalah menjadi
milik berdua. Tanggung jawab itu harusnya dipikul oleh suami istri bersama. Karena sejak awal kita berlutut dan bersujud mengucapkan janji dan ikrar di hadapan LAOMU, bahwa kita berkomitmen untuk
membangun keluarga yang 'saling' (saling mengasihi, saling menghormati, saling percaya, saling toleransi, saling memotivasi, saling membangun) . 'Saling' artinya antara dua orang, bukan lagi satu orang. Karena itu kita harus memahami bahwa ketika kita sudah memasuki kehidupan berkeluarga maka kepentingan keluarga harusnya kita tempatkan di atas ego pribadi sendiri. Bukan sebaliknya ego pribadi di atas kepentingan keluarga. Untuk itulah maka setiap pasangan harus mempunyai jiwa refleksi untuk melihat kesalahan sendiri, bukan hanya melihat kesalahan pasangan melulu.

Ketika terjadi masalah dalam keluarga, betapa indahnya jika masing-masing dari pasangan untuk
selalu berintrospeksi atas apa yang terjadi. Menilik kontribusi kesalahan diri sendiri atas apa yang terjadi,
bukan membenarkan diri sendiri dan menyalahkan pasangan. Ketika anak malas belajar dan hanya suka main game , suami melihat diri sendiri adakah sebagai ayah terlalu sibuk bekerja, tak ada komunikasi dengan anak sehingga anak lebih menenggelamkan diri dengan game. Sebagai istri juga kesalahan sendiri adakah
ibu kurang perhatian kepada terlalu memanjakan anak. Jika selalu melihat kesalahan sendiri, Maka kita akan bisa membawa perubahan dan menemukan solusi memecahkan masalah keluarga. Tetapi jika hanya kesalahan pasangan, maka selamanya tak ada solusi yang bisa kita temukan dalam memecahkan masalah keluarga. Selalu melihat kesalahan diri dan inilah keluarga yang bertobat Dengan sikap demikian kita bisa membangun keluarga yang lebih baik dan harmonis dari hari ke hari.

Menyadari manusia banyak kekurangan.

Kita harus menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kita masih berada dalam kebodohan dan kesesatan sehingga dalam banyak hal kita bisa bertindak tidak bijaksana. Jika kita menyadari kita sendiri masih tidak sempurna, maka demikian juga dengan pasangan kita juga manusia yang tak sempuma. Karena itu kita harus bisa memaklumi pasangan kita jika ada hal yang tak sempuma yang dia lakukan. Memiliki sikap hati yang memaklumi penting dalam membangun keharmonisan hidup dalam berumah tangga. Inilah langkah mengikuti Buddha Maitreya.

Membangun kebahagiaan dan keharmonisan dalam keluarga haruslah menjadi tugas bersama. Keharmonisan tak akan bisa digapai jika hanya salah satu pasangan saja yang berusaha bersikap mengalah. Karena sering terjadi sikap mengalah salah satu pasangan malah dianggap negatif oleh pasangannya. Seorang istri berusaha
untuk mengalah dan tak mau membahas lebih lanjut masalah yang sedang dihadapi antara suami istri, dengan pemikiran tak mau mencari keributan dan memperpanjang masalah. Sedang sang suami berpikir kalau ada masalah harus dibahas dan diselesaikan sampai tuntas. Ketika melihat sikap istrinya sang suami malah curiga bahwa istri menyembunyikan sesuatu. Karena itu harusnya sikap memaklumi itu harus disandingkan dengan kata 'saling'. Jadi suami istri harus bisa saling memaklumi, bukan salah satu saja.

Maafkan saya

Ketika kita tak sengaja melakukan kesalahan kepada orang lain, kita bisa dengan mudah mengucapkan
kata 'maaf'. Tapi sering terjadi ketika kita melakukan kesalahan kepada orang yang dekat dengan kita,
terutama suami atau istri kita, sangat jarang mengucapkan kata 'maaf. Kita menganggap kan suami atau istri
orang sendiri, atau kita menganggap diri benar sedang pasangan kita yang salah. Tanpa sengaja suami
istri yang sedang berjalan berpapasan karena buru- buru sehingga tersenggol dan istri terjatuh. Bukannya meminta maaf dan menolong istri, sang suami malah mengatai istrinya, "Kalau jalan itu lihat ke depan!"
Sewaktu pacaran mungkin kita akan memberikan respon yang penuh perhatian, tapi saat pacar kita
sudah menjadi suami atau istri kita, maka segalanya menjadi berubah.

Keluarga yang selalu introspektif akan melihat kesalahan sendiri dan tak menyalahkan pasangan.
Karena itu dengan mudah kita akan bisa mengucapkan 'Maafkan saya' kepada pasangan kita dengan sebuah penyesalan. Sebagai pasangan kita juga harus bisa membuka hati untuk selalu bisa memaafkan pasangan kita. Ingat, bahwa tak ada manusia yang sempurna. Kan lebih baik mengucapkan kata 'maafkan saya' daripada saling ngotot dengan kebenaran sendiri yang belum tentu benar. Mari kita belajar meneladani Buddha Maitreya untuk saling memaafkan dan memaklumi.

Membangun keluarga Maitreyani adalah membangun keluarga yang mendekatkan diri kepada LAOMU
dan Buddha Maitreya; keluarga yang selalu bersujud dan bertobat. Di bawah tuntunan kasih Buddha
Maitreya, kearifan dibukakan, semoga dalam menghadapi setiap masalah dalam keluarga kita bisa hadapi dengan sikap seperti Buddha Maitreya dan diberkahi dengan kearifan. Kembangkan sikap yang introspektif dalam diri, maka kerukunan dan keharmonisan bisa kita bina dalam keluarga kita.


( Sumber : Ceramah MP Halim Zen Bodhi )

No comments:

Post a Comment