~ Suka Membandingkan ~
Sifat suka membandingkan telah menjadi hal biasa dalam
kehidupan kita sehari- hari. Seakan tak ada yang
salah dengan sifat suka
membandingkan. Hal ini karena sejak kecil kita sudah diajarkan untuk saling
membanding-bandingkan. Bukankah orang tua sering mengajarkan anaknya untuk
selalu membanding- bandingkan? Membandingkan prestasi atau nilai sekolah anak
dengan anak si A atau si B. "Lihat si Anu , bisa juara kelas. Sedangkan
kamu sepuluh besar saja gak masuk!". Atau membandingkan sikap kita dengan
sikap anaknya si C yang lebih baik atau lebih buruk. Jadi sejak kecil kita
sudah terbiasa menilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan orang lain.
Celakanya manusia selalu membandingkan dengan yang lebih atas yang akhirnya
menimbulkan rasa tak puas dan berujung pada keserakahan. Sifat suka membandingkan kemudian menjadi pola dalam kehidupan sehari- hari manusia yang kemudian dibawa hingga hidup berkeluarga. Dan inilah salah satu penyebab keretakan dalam rumah tangga yaitu sifat suka membandingkan.
Suami
membandingkan istrinya dengan istri teman atau dengan rekan kerja kita di
kantornya. Merasa istri kurang cantik, sedangkan teman kantor lebih cantik.
Merasa istri kurang terampil, kurang bisa merawat diri,
kurang bisa
ini itu dan sebagainya. Istri suka membandingkan penghasilan suami yang tak
sebesar penghasilan temannya sehingga tak bisa hidup lebih mapan. Merasa
pasangan kurang perhatian dibandingkan dengan pasangan keluarga yang lain. Membandingkan
rumah atau mobil yang dimiliki dengan rumah dan mobil dan tetangga yang lebih
kaya. Semakin kita membandingkan maka kita akan semakin merasakan begitu banyak kekurangan
dari pasangan kita. Saat itu hati pun semakin hari semakin hambar. Cinta yang indah
selama pacaran atau saat mulai membangun keluarga, mulai larut seiring
berlalunya waktu.
Ujung dari
sikap suka membandingkan adalah rasa tak puas. Jika sudah merasa tak puas
dengan pasangan,maka akan
ada tuntutan. Jika tuntutan tak bisa dipenuhi, maka inilah awal terjadilah
keretakan dalam rumah tangga. Perselingkuhan dan pertengkaran akan mewarnai
rumah tangga kita yang bisa jadi berakhir pada perceraian.
Apakah ini akhir yang kita harapkan dari rumah tangga yang kita bangun?
Banyak pasangan
yang sesungguhnya tak siap untuk membangun hidup berkeluarga. Indahnya masa
pacaran membuat
sepasang anak muda menutup mata terhadap pasangannya yang lain. Sehingga apa
yang menjadi karakter,
sifat, dan kepribadian dari pasangannya sama sekali tak dikenali. Lalu apa yang
terjadi ketika pasangan ini mulai membangun hidup berkeluarga? Semua baik buruk
pasangan kita akan terlihat nyata.
Saat itu
barulah membuka mata lebar-lebar. Semua sudah terlambat, seharusnya kenali
pasangan kita
jauh sejak
pacaran. Jika sudah hidup berkeluarga maka tutup sebelah mata bahkan kedua
mata. Sehingga
apapun baik
buruk pasangan kita, kita terima dengan syukur. Kita sudah memutuskan memilih
dia, maka terimalah dia apa adanya. Jika kita membandingkan dengan orang lain, mengapa
dulu tidak memilih orang itu
saja
daripada suami atau istri kita?
Setiap
manusia tidak ada yang sempurna. Demikian juga dengan pasangan kita, Jika suka
membanding-bandingkan, maka kita akan selalu melihat kekurangan dari pasangan
kita. Bagaimana jika kita bandingkan dengan yang lebih jelek, lebih miskin,
atau yang kurang dibandingkan dengan pasangan kita? Membandingkan dengan yang
kurang, memang mendatangkan rasa syukur kepada pasangan kita. Tetapi sikap
terbaik adalah terimalah pasangan kita apa adanya, dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, dengan segala karakteristiknya.
Jika memang
ada hal yang kurang dan harus diperbaiki oleh pasangan kita maka komunikasikan
dengan
baik agar bisa
berubah. Kasih kata-kata motivasi agar pasangan kita pun semangat untuk
berubah. Sampaikan bahwa anda sangat memahami dan mengerti dirinya dan akan
selalu mendampinginya untuk bisa merubah diri. Dan tentu saja diri sendiri pun harus
bisa menilik diri. Jika pasangan kita memberi masukan, kita juga
harus bisa
menerimanya dan memperbaiki diri. Dengan demikian hubungan suami istri akan
bisa harmonis.
Membangun
keluarga bukan untuk dibanding-bandingkan. Ada tugas dan tanggung jawab yang
lebih besar
bagi suami
istri dalam membangun keluarga terlebih keluarga Maitreyani. Yaitu tanggung
jawab untuk saling
mendukung
dan memotivasi dalam membina Ketuhanan dan dapat mendidik anak-anak sebagai
generasi penerus yang bernurani. Betapa mulia dan besar tanggung jawab itu!
Tugas mulia ini lebih penting daripada
sikap suka
membanding-bandingkan dalam keluarga. Letakkan tugas dan tanggung jawab mulia
ini di atas
segala
kepentingan dan ego pribadi, maka LAOMU dan Buddha Maitreya akan senantiasa memberkati
keluarga kita dan hidup kita.
Pahit dan
susah ditanggung bersama dalam keluarga, berkah dan bahagia juga dinikmati
bersama. Bersama
berjuang
membantu misi Buddha Maitreya, bersama berjuang membina Ketuhanan, bersama
berjuang membesarkan dan mendidik anak-anak. Di bawah tuntunan Buddha Maitreya,
maka semua akan indah adanya.
###
( Source : Majalah Maitreya 21th
Khotbah Dharma MP.Halim ZB )
No comments:
Post a Comment