August 31, 2014

~ Sikap Yang Harus Dihindari Dalam Keluarga (1) ~


~ Suka Membandingkan ~

Sifat suka membandingkan telah menjadi hal biasa dalam kehidupan kita sehari- hari. Seakan tak ada yang
salah dengan sifat suka membandingkan. Hal ini karena sejak kecil kita sudah diajarkan untuk saling membanding-bandingkan. Bukankah orang tua sering mengajarkan anaknya untuk selalu membanding- bandingkan? Membandingkan prestasi atau nilai sekolah anak dengan anak si A atau si B. "Lihat si Anu , bisa juara kelas. Sedangkan kamu sepuluh besar saja gak masuk!". Atau membandingkan sikap kita dengan sikap anaknya si C yang lebih baik atau lebih buruk. Jadi sejak kecil kita sudah terbiasa menilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan orang lain. Celakanya manusia selalu membandingkan dengan yang lebih atas yang akhirnya menimbulkan rasa tak puas dan berujung pada keserakahan.


Sifat suka membandingkan kemudian menjadi pola dalam kehidupan sehari- hari manusia yang kemudian dibawa hingga hidup berkeluarga. Dan inilah salah satu penyebab keretakan dalam rumah tangga yaitu sifat suka membandingkan.

Suami membandingkan istrinya dengan istri teman atau dengan rekan kerja kita di kantornya. Merasa istri kurang cantik, sedangkan teman kantor lebih cantik. Merasa istri kurang terampil, kurang bisa merawat diri,
kurang bisa ini itu dan sebagainya. Istri suka membandingkan penghasilan suami yang tak sebesar penghasilan temannya sehingga tak bisa hidup lebih mapan. Merasa pasangan kurang perhatian dibandingkan dengan pasangan keluarga yang lain. Membandingkan rumah atau mobil yang dimiliki dengan rumah dan mobil dan tetangga yang lebih kaya. Semakin kita membandingkan maka kita akan semakin merasakan begitu banyak kekurangan dari pasangan kita. Saat itu hati pun semakin hari semakin hambar. Cinta yang indah selama pacaran atau saat mulai membangun keluarga, mulai larut seiring berlalunya waktu.

Ujung dari sikap suka membandingkan adalah rasa tak puas. Jika sudah merasa tak puas dengan pasangan,maka akan ada tuntutan. Jika tuntutan tak bisa dipenuhi, maka inilah awal terjadilah keretakan dalam rumah tangga. Perselingkuhan dan pertengkaran akan mewarnai rumah tangga kita yang bisa jadi berakhir pada perceraian. Apakah ini akhir yang kita harapkan dari rumah tangga yang kita bangun?

Banyak pasangan yang sesungguhnya tak siap untuk membangun hidup berkeluarga. Indahnya masa pacaran membuat sepasang anak muda menutup mata terhadap pasangannya yang lain. Sehingga apa yang menjadi karakter, sifat, dan kepribadian dari pasangannya sama sekali tak dikenali. Lalu apa yang terjadi ketika pasangan ini mulai membangun hidup berkeluarga? Semua baik buruk pasangan kita akan terlihat nyata.

Saat itu barulah membuka mata lebar-lebar. Semua sudah terlambat, seharusnya kenali pasangan kita
jauh sejak pacaran. Jika sudah hidup berkeluarga maka tutup sebelah mata bahkan kedua mata. Sehingga
apapun baik buruk pasangan kita, kita terima dengan syukur. Kita sudah memutuskan memilih dia, maka terimalah dia apa adanya. Jika kita membandingkan dengan orang lain, mengapa dulu tidak memilih orang itu
saja daripada suami atau istri kita?

Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Demikian juga dengan pasangan kita, Jika suka membanding-bandingkan, maka kita akan selalu melihat kekurangan dari pasangan kita. Bagaimana jika kita bandingkan dengan yang lebih jelek, lebih miskin, atau yang kurang dibandingkan dengan pasangan kita? Membandingkan dengan yang kurang, memang mendatangkan rasa syukur kepada pasangan kita. Tetapi sikap terbaik adalah terimalah pasangan kita apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dengan segala karakteristiknya.

Jika memang ada hal yang kurang dan harus diperbaiki oleh pasangan kita maka komunikasikan dengan
baik agar bisa berubah. Kasih kata-kata motivasi agar pasangan kita pun semangat untuk berubah. Sampaikan bahwa anda sangat memahami dan mengerti dirinya dan akan selalu mendampinginya untuk bisa merubah diri. Dan tentu saja diri sendiri pun harus bisa menilik diri. Jika pasangan kita memberi masukan, kita juga
harus bisa menerimanya dan memperbaiki diri. Dengan demikian hubungan suami istri akan bisa harmonis.

Membangun keluarga bukan untuk dibanding-bandingkan. Ada tugas dan tanggung jawab yang lebih besar
bagi suami istri dalam membangun keluarga terlebih keluarga Maitreyani. Yaitu tanggung jawab untuk saling
mendukung dan memotivasi dalam membina Ketuhanan dan dapat mendidik anak-anak sebagai generasi penerus yang bernurani. Betapa mulia dan besar tanggung jawab itu! Tugas mulia ini lebih penting daripada
sikap suka membanding-bandingkan dalam keluarga. Letakkan tugas dan tanggung jawab mulia ini di atas
segala kepentingan dan ego pribadi, maka LAOMU dan Buddha Maitreya akan senantiasa memberkati keluarga kita dan hidup kita.

Pahit dan susah ditanggung bersama dalam keluarga, berkah dan bahagia juga dinikmati bersama. Bersama
berjuang membantu misi Buddha Maitreya, bersama berjuang membina Ketuhanan, bersama berjuang membesarkan dan mendidik anak-anak. Di bawah tuntunan Buddha Maitreya, maka semua akan indah adanya.

###

( Source : Majalah Maitreya 21th
Khotbah Dharma MP.Halim ZB )

No comments:

Post a Comment